Karya Puisi Pramoedya yang jarang diketahui

- 8 Januari 2021, 07:00 WIB
Ilustrasi PRAMOEDYA Ananta Toer
Ilustrasi PRAMOEDYA Ananta Toer /Tri Joko Her Riadi

Tuban Bicara - Sosok Sastrawan handal Pramoedya Ananta Toer yang lebih dikenal sebagian Masyarakat Indonesia sebagai seorang penulis Novelis, dan masih jarang sekali mengetahu karya-karya puisi Pram yang ada dalam buku-buku Novelnya.

Berikut ini Puisi yang jarang diketahui oleh orang lain;

PUISI UNTUK AYAH

Tidak, Bapak, aku tak akan kembali ke kampung. Aku mau pergi yang jauh (Gadis Pantai. hal. 269)

Sebenarnya, aku ingin kembali, Ayah
Pulang ke teduh matamu
Berenang di kolam yang kau beri nama rindu

Baca Juga: Sinau Plus Tadarus Puisi Bersama Kocin di Ngaji Esai 8

Aku, ingin kembali
Pulang menghitung buah mangga yang ranum di halaman
Memetik tomat di belakang rumah nenek.
Tapi jalanan yang jauh, cita-cita yang panjang tak mengizinkanku,
Mereka selalu mengetuk daun pintu saat aku tertidur
Menggaruk-garuk bantal saat aku bermimpi

Aku ingin kembali ke rumah, Ayah
Tapi nasib memanggilku
Seekor kuda sembrani datang, menculikku dari alam mimpi
Membawaku terbang melintasi waktu dan dimensi kata-kata

Aku menyebut pulang, tapi ia selalu menolaknya
Aku menyebut rumah, tapi ia bilang tak pernah ada rumah
Aku sebut kampung halaman, ia bilang kampung halaman tak pernah ada

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Di Mana Kamu, De'Na?'

Maka aku menungganginya
Maka aku menungganginya

Menyusuri hutan-hutan jati
Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya
Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah Jawa
Arwah-arwah pekerja bergentayangan menuju ibu kota,
Mencipta banjir dari genangan air mata

Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata, mata mereka menyeret banjir
Kota yang tua telah lelah menggigil, sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi
Hujan ingin bercerai dengan banjir
Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Tuhan, Aku Cinta pada-Mu'

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya

Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu, seperti katamu
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya

Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga-abadi. Di depan sana ufuk yang itu juga-abadi. Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan tangan-jarak dan ufuk abadi itu

Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Perempuan yang Tergusur'

HURUF

Wahai huruf,
Bertahun kupelajari kau,
Kucari faedah dan artimu,
Kudekati kau saban hari,
Saban aku jaga,
Kutatap dikau dengan pengharapan,
Pengharapan yang tidak jauh
Dari hendak ingin dapat dan tahu.

Tetapi; kecewa hatiku.
Kupergunakan kamu
Menjadi senjata di alam kanan,
Agaknya belum juga berfaedah
Seperti yang kuhendakkan.
Selalu dikau kususun rapi
Di atas kertas pengharapan yang maha tinggi,

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Pertemuan Malam'

Tetapi….
Bilalah aku diliputi asap kemenyan sari,
Tak kuasa aku menyusun kamu
Hingga susunan itu dapat dirasakan pula
Oleh segenap dunia
Sebagai yang kurasa pada waktu itu.

Alangkah akan tinggi ucapan
Terimakasihku, bilalah kamu
Menjadi buku terbuka bagi manusia yang membacanya.

Kalaulah aku direndam lautan api,
Hendaklah kamu meredam pembacamu,
Bilalah aku disedu pilu,
Hendaklah kamu merana dalam hatinya.

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Di Mana Kamu, De'Na?'

Huruf, huruf….
Apalah nian sebab maka kamu
Belum tahu akan maksudku?.***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini