Pemda Manggarai Barat Lakukan Sejumlah Inovasi untuk Penanganan Stunting

- 27 November 2020, 16:56 WIB
ILUSTRASI Stunting: Rektor UI menjelaskan untuk capai penurunan angka stunting, perlu adanya kolaborasi dari pemerintah, masyarakat, lembaga dan kampus.
ILUSTRASI Stunting: Rektor UI menjelaskan untuk capai penurunan angka stunting, perlu adanya kolaborasi dari pemerintah, masyarakat, lembaga dan kampus. //DOK. PIKIRAN RAKYAT/Pikiran Rakyat

Tuban Bicara - Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki angka penderita stunting terbesar dan jadi prioritas pemerintah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Tahun 2018, NTT merupakan provinsi yang menempati posisi stunting tertinggi se-Indonesia, yaitu 42,6 persen.

Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata (ketentuan WHO) sebesar 30 persen. 

Baca Juga: Kemendes Jadikan Desa Kutuh sebagai Studi Banding dan Tempat Pembelajaran 

Sebanyak 269.658 balita atau 43 persen dari 633.000 balita di NTT tercatat mengalami stunting dan 12 persen atau 75.960 balita diantaranya mengalami wasting (kurus).

Imbas dari stunting ini dikhawatirkan dapat berdampak pada kehilangan generasi emas di NTT.  

Untuk menekan stunting di NTT, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan berbagai inovasi dilakukan Pemda Manggarai Barat untuk penanganan stunting.

Baca Juga: Dukung Ketahanan Pangan, Kemendes Percepat Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Desa

Yang terbaru adalah pembentukan Center of Excellence (CoE) stunting yang dirancang untuk menjangkau 21 Puskesmas dengan target 100 ribu ibu dan anak.

"Kami mengapresiasi Pemda Kabupaten Manggarai Barat melakukan inovasi dan melakukan terobosan-terobosan penanganan stunting. Pembentukan CoE yang merupakan kerja sama pemda dengan PT Roche (pihak swasta) harus diikuti daerah lain untuk mempercepat penangan stunting," jelas saat memimpin Tim Kunspek Komisi IX DPR RI ke Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Kamis 26 November 2020.

Ia berharap agar pola pelatihan tenaga kesehatan seperti ini bisa diaplikasikan di puskesmas seluruh Indonesia.

Baca Juga: DPR: Pemerintah Harus Fokus Selesaikan Masalah Stunting

Stunting CoE merupakan pusat pelatihan dimana tenaga kesehatan dilatih (train the trainer) dan dilengkapi dengan peraga yang berbasis bukti ilmiah untuk memampukan mereka selanjutnya menjadi pelatih di rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan dimana mereka bekerja.  

"Permasalahan stunting ini sangat serius mengingat stunting akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif yang secara nasional akan berpengaruh terhadap daya saing bangsa. World Bank mencatat kenaikan stunting 1 persen secara nasional berkorelasi dengan penurunan produktivitas ekonomi 1,4 persen di negara berkembang di Asia dan Afrika,” katanya.

Stunting CoE juga bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan dengan fokus pada tenaga kesehatan di tingkat puskesmas, termasuk kader posyandu di Manggarai Barat.

Baca Juga: Dua Kadis Indramayu Dipanggil KPK

Seluruh kegiatan akan dilaksanakan oleh 1000 Days Fund, sebuah yayasan yang telah bekerja sama dengan komunitas lokal serta pusat pelayanan kesehatan di NTT selama dua tahun terakhir.

Stunting CoE didanai oleh Roche Indonesia, perusahaan farmasi dan diagnostik yang berbasis di Swiss. Stunting CoE dirancang untuk menjadi pusat pelatihan dan inovasi untuk menurunkan angka stunting di provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.

Diharapkan Stunting CoE akan menjangkau 21 puskesmas, 700 tenaga kesehatan, 1.825 kader posyandu dan sekitar 100.000 ibu dan anak di wilayah tersebut, dikutip Tuban Bicara dari dpr.go.id.***

 

Editor: M Anas Mahfudhi

Sumber: dpr.go.id


Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x