Misteri Jalan Lettu Suyitno di Bojonegoro, Heroisme Perwira Tiga Zaman dari Tuban

- 10 November 2020, 23:03 WIB
Patung Lettu Suyitno di Bojonegoro
Patung Lettu Suyitno di Bojonegoro /

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Serahkan 1 juta sertifikat Tanah 

Di jalan Lettu Suyitno juga terdapat akses langsung menuju bantaran Sungai Bengawan Solo. Akses langsung menuju bantaran Sungai Bengawan Solo sering dimanfaatkan oleh penambang pasir. Selain itu juga ada beberapa warung kopi yang tersebar di Jalan Lettu Suyitno. Salah satu di antaranya Ajang Jengker (AJ). Dulu juga ada gedung tenis meja yang beralamat di Jalan Lettu Suyitno.

Di Dukuh Pohagung, Desa Campurejo terdapat pabrik pengolahan tembakau. Keberadaan pabrik tersebut, merupakan salah satu faktor penyebutan masyarakat “Pohagung” lebih dikenal oleh masyarakat di Manila. Bukan Manila yang ada di Filipna, ya, melainkan Manila atau Menilo yang ada di Kabupaten Tuban. Karena pabrik itu menyerap tenaga kerja dari sana juga. Dan tak jarang ada beberapa tenaga kerja menunaikan janji suci (perkawinan) dengan masyarakat Pohagung.

Kemudian setelah pabrik yang berada di depan Gang Dalangoro (Gapura Ireng) itu tidak beroperasi. Kawan-kawan dari Gang Dalangoro terkadang menggunakannya sebagai arena bermain sepak bola. Karena pabrik itu luas, dan didukung dengan bangunan unik untuk melakukan oven tembakau. Sekarang lokasi pabrik pengolahan tembakau itu menjadi gedung olahraga. 

Baca Juga: Rizieq Shihab Pulang Ke Indonesia, Chudry Sitompul: Kasus Hukum Tidak Lantas Batal

Jalan Lettu Suyitno juga ada di Banjarejo. Salah satu peta di era kolonial, menggambarkan bahwa Bandjaredjo (ejaan lama) merupakan daerah yang ramai jika dibanding dengan Campurejo maupun Mulyoagung. Sebab terdapat halte dan dilintasi kereta pada masa Hindia Belanda. Kereta dari Ponorogo kemudian melintasi daerah Bandjarejo, Kali Rowo (Rel bengkong, Ngrowo), Djambean, dan Soekordjokampung (Daereh Stasiun Bojonegoro).

Beberapa objek penting yang berdiri di Banjerejo salah satu di antaranya Puskesmas Bojonegoro. Kemudian kelompok remaja yang pernah eksis di era awal 2000-an di Banjarejo ada yang namanya Campus, di Campurejo (Pohagung) ada yang namanya Krapyak, dan di Mulyoagung ada Rhemuck. Kelompok-kelompok itu juga biasanya turut serta dalam gerak jalan tinggang. Dan Jalan Lettu Suyitno menjadi saksi bisu dinamika sosial dan budaya saban desa yang terlalui.

Itulah, tentang Jalan Lettu Suyitno yang terkandung heroisme perwira tiga zaman dan berjuta keunikan. Hal-hal yang unik bisa ditinjau dari sosiologi pedesaan, tradisi, dan sebagainya. Sejak lahir hingga gugur, Raden Mas Soejitno mengalami tiga zaman yakni zaman penjajahan Belanda, Jepang, dan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Nama Lettu Suyitno abadi dalam khzanah sejarah Bojonegoro. Dan tentunya namanya akan tetap abadi sebagai kusuma bangsa Indonesia.***

 

Halaman:

Editor: Yogi Abdul Gofur


Tags

Terkait

Terkini