Misteri Jalan Lettu Suyitno di Bojonegoro, Heroisme Perwira Tiga Zaman dari Tuban

- 10 November 2020, 23:03 WIB
Patung Lettu Suyitno di Bojonegoro
Patung Lettu Suyitno di Bojonegoro /

Suyitno dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan berwibawa, disiplin, dan juga ramah. Suyitno beberapa kali ditugaskan di Front Pertempuran Surabaya bersama anak buahnya dalam menghadapi pasukan Belanda (NICA). Pada waktu meletusnya pemberontakan PKI Musso di Madiun pada tanggal 19 September 1948, Suyitno dengan jabatan perwira melakukan Operasi Batalyon 16 Brigade I Ronggolawe. Daerah operasinya tidak hanya di Bojonegoro melainkan meliputi Kabupaten Blora wabil khusus di Cepu dan sekitarnya juga di Kabupaten Rembang. Sama seperti beberapa orang hebat lainnya, Raden Mas Soejitno belum pernah kawin. Karena jiwa dan raganya hanya untuk berjuang demi Indonesia. 

Banyak jasa yang telah diberikan Lettu Suyitno dan kawan-kawannya terhadap Indonesia wabil khusus di daerah Tuban dan sekitarnya. Salah satu di antaranya di Bojonegoro. Sebagai bentuk apresiasi dan mengabadikan jasa Lettu Suyitno, pemerintah membuat patung yang gagah berdiri di Alun-Alun Bojonegoro. Selain itu juga mengabadikan nama Lettu Suyitno sebagai nama jalan yang berada di Kecamatan Bojonegoro. Penamaan jalan tersebut, kiranya tepat. Karena Jalan Lettu Suyitno melintasi empat desa yang kiranya bisa menggambarkan jalan juang yang panjang dan salah satu diantaranya dekat dengan kota kelahiran Suyitno (Bumi Wali/Tuban) yakni Kalirejo. Desa Kalirejo dekat dengan Sungai Bengawan Solo. Kemudian dihubungan dengan Jembatan Glendeng.

Baca Juga: Kembali ke Indonesia, Habib Riziq akan Nikahkan anaknya

Daerah Tuban dengan Bojonegoro dihubungkan dengan Jembatan Glendeng. Jembatan tersebut bak penyalur semangat heroisme Lettu Suyitno dari Tuban ke Bojonegoro. Sebab daerah Glendeng menjadi saksi bisu pertempuran melawan Belanda dan Lettu Suyitno terlibat di dalamnya.

Papan nama Jalan Lettu Suyitno yang berada di Desa Kalirejo sayangnya tertutup dengan dedaunan. Diperlukan penglihatan ekstra untuk menemukan papan nama jalan berwarna hijau bertuliskan Lettu Suyitno dan kode pos 62116. Jalan tersebut tersirat pesan heroisme karena pernah menjadi saksi bisu pertempuran pasukan Indonesia melawan Belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Selain itu juga menyimpan berjuta keunikan, yang saban orang bisa mengutarakannya. Salah satu di antaranya Jalan Lettu Suyitno melintasi empat desa yakni Desa Kalirejo, Mulyoagung, Campurejo, dan Banjarejo.

Sangat unik kalau meninjau Jalan Lettu Suyitno dari segi antropologi sosial dan budaya dan juga morfologi jalan, baik melalui dunia nyata maupun maya (Google Maps). Saban desa yang dilintasi Jalan Lettu Suyitno memiliki beberapa dukuh dan setiap dukuh maupun desa memiliki tradisi yang berbeda. Ketika melintasi Jalan Lettu Suyitno, akan merasakan nuansa desa dengan balutan kota. Di Kalirejo berdiri perguruan tinggi tertua di Bojonegoro yaitu Universitas Bojonegoro (Unigoro). Kemudian juga ada pabrik, kantor dinas, SMPN 4 Bojonegoro, Masjid Desa Muyoagung “Al-Rohman”, dan lain-lain. Selain itu ditinjau dari toponimi, daerah-daerah yang berada di Jalan Lettu Suyitno juga unik dan kemungkinan tak banyak orang yang mengetahui seperti Jantur, Ngangkatan, Pohagung, dan sebagainya.

Baca Juga: Kabar baik dari Pfizer, Perusahaan farmasi ini berhasil Uji Coba Vaksin COVID-19

Di Mulyoagung ada jalan yang terkenal dengan sebutan jalan ngepang. Di jalan ngepang terdapat taman yang ada air mancurnya dan juga tulisan Pinarak Bojonegoro. Orang-orang tua yang masih hidup di zaman sekarang terkadang lebih tahu “Jantur” daripada “Mulyoagung”. Banyak hipotesis yang muncul mengenai latar belakang kata “Jantur”. Berdasar salah seorang masyarakat sekitar, Jantur merupakan kata yang melakukan suatu tindak yang sifatnya agak keras. Selain itu penyebutan makam yang ada di desa tersebut, lebih terkenal dengan “Kuburan Jantur” daripada “Makam Mulyoagung”. Dan di sana terdapat makam Mbah Berok yang dianggap tetua desa atau orang yang memiliki pengaruh (penting) di masanya. 

Di area jalan ngepang yang berada di Desa Mulyoagung (Jalan Lettu Suyitno) terdapat sebuah tugu untuk mengetahui telah gugur kusuma bangsa atas nama Lettu Suyitno. Lokasinya agak dekat dengan Balai Desa Mulyoagung. Tugu kecil dengan warna loreng tersebut sebagai pengingat bahwa Lettu Suyitno gugur di daerah itu. Lettu Suyitno gugur ketika menjadi komando perlawanan dalam petempuran Palagan Temayang pada tanggal 15 Januari 1949 M (15 Rabi’ul-Awal 1368 H) di Mulyoagung. Candrasengkala untuk mengenang gugurnya Lettu Suyitno, berdasar tahun Jawa adalah 1880 disebut Noto Putro Pejah Ngabekti yang artinya bertekad satu, berjuang dan berkorban, jiwa raga demi keluhuran/keselamatan nusa, bangsa, dan negara Republik Indonesia.

Apabila dini hari kalian melintasi Jalan Lettu Suyitno dan merasa lapar, jangan khawatir. Karena di sana terdapat penjual serabi, ketan, dan kopi. Tempatnya di dekat kuburan cina. Warung tersebut bisa dikatakan legendaris, karena turun-temurun dari satu generasi ke generasi. Perlu kalian ketahui, di dekat kuburan cina terdapat juga gedung futsal Bojonegoro Sport Centre (BSC) 2. Karena mungkin tempatnya kurang strategis, bisa dibilang lapangan itu sepi dibandingkan dengan beberapa lapangan futsal yang berada di Kecamatan Bojonegoro. Dan apabila meilntasi Jalan Lettu Suyitno di siang hari dan dahaga menyerang, sila mampir di penjual es cao yang berada di sekitar depan kuburan cina. 

Halaman:

Editor: Yogi Abdul Gofur


Tags

Terkait

Terkini