Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman

- 8 Januari 2021, 07:10 WIB
Ilustrasi Soe Hok Gie
Ilustrasi Soe Hok Gie /instagram.com/@bysoehokgie

Tuban Bicara - Sebelum mengenal lebih dekat sosok Soe Hok Gie dengan karya puisi-puisinya, baiknya kita lebih mengenal dari dalam kehidupan Gie.

Soe Hok Gie seorang penyair tua di Indonesia, ia lahir 17 Desember 1942, ketika dunia berada di tengah puncak perang dunia kedua dan Indonesia masih dalam proses perjuangan menuju kemerdekaan di bawah kependudukan Jepang.

Sapaan akrabnya Gie dari para sastrawan dan pegiat baca di berbagai daerah, ia menulis puisi dengan latar belakang Negara Indonesia baru-baru saja akan proklamirkan sebagai Negara Merdeka.

Baca Juga: Sinau Plus Tadarus Puisi Bersama Kocin di Ngaji Esai 8

Karya Gie terdapat banyak apresiasi para Mahasisws-Mahasiswi dan masyarkat luas Indonesia. Dengan narasi puisi yang bagus sekaligus mengandung nilai-nilai peristiwa masa pra Kemerdekaan.

Berikut ini, Puisi Soe Hok Gie.

Sebuah Tanya

Akhirnya semua akan tiba

pada suatu hari yang biasa

Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui

Apakah kau masih selembut dahulu

Memintaku minum susu dan tidur yang lelap?

Sambil membenarkan letak leher kemejaku

(Kabut tipis pun turun pelan pelan

di Lembah Kasih, Lembah Mandalawangi

Kau dan aku tegak berdiri

Melihat hutan-hutan yang menjadi suram

Meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Di Mana Kamu, De'Na?'

Ketika kudekap

Kau dekaplah lebih mesra, Lebih dekat

(lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi

Kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya

Kau dan aku berbicara

Tanpa kata, tanpa suara

Ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita)

Apakah kau masih akan berkata

Kudengar derap jantungmu

Kita begitu berbeda dalam semua

Kecuali dalam cinta

(hari pun menjadi malam

Kulihat semuanya menjadi muram

Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara

Baca Juga: Kata-kata Bijak Ustad Hanan Attaki sederhana dan menyentuh Hati

Dalam bahasa yang kita tidak mengerti

Seperti kabut pagi itu)

Manisku, aku akan jalan terus

Membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan

Bersama hidup yang begitu biru

Cahaya bulan menusukku

Dengan ribuan pertanyaan

Yang takkan pernah kutahu di mana jawaban itu

Bagai letusan berapi

Membangunkanku dari mimpi

Sudah waktunya berdiri

Mencari jawaban kegelisahan hati

From Soe Hok Gie With Love

Hari ini aku lihat kembali

wajah-wajah halus yang keras

yang berbicara tentang kemerdekaan

dan demokrasi

dan bercita-cita

menggulingkan tiran

aku mengenali mereka

Baca Juga: Kata-kata Bijak Gus Baha Ulama Muda Karismatik

yang tanpa tentara

mau berperang melawan diktator

dan yang tanpa uang

mau memberantas korupsi

kawan-kawan

kuberikan padamu cintaku

dan maukah kau berjabat tangan

selalu dalam hidup ini?

–18 agustus 1973

Baca Juga: Kata-kata Bijak Pram dalam Buku Novel Rumah Kaca

Cinta

Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berziarah ke Mekkah

Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berjudi di Miraza

Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu, sayangku

Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu,

Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang

Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra

Tapi aku ingin mati disisimu, manisku

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya

Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tau

Mari sini, sayangku

Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik, dan simpati padaku

Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung

Kita tak pernah menanam apa-apa

Kita tak pernah kehilangan apa-apa

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan

Yang kedua dilahirkan tapi mati muda

Dan yang tersial adalah berumur tua

Berbahagialah mereka yang mati muda

Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada

Berbahagialah dalam ketiadaanmu

11 November 1969

Baca Juga: Kata-kata Bijak Terpopuler Ustad Abdul Somad

Cita-Cita

Saya mimpi tentang sebuah dunia

Dimana ulama, buruh, dan pemuda,

Bangkit dan berkata, “Stop semua kemunafikan! Semua pembunuhan atas nama apapun!”

Dan para politisi di PBB sibuk mengatur pengangkutan gandum, beras, dan susu

Buat anak-anak yang lapar di tiga benua

Dan lupa akan diplomasi

Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras dan bangsa apapun

Dan melupakan perang dan kebencian

Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik

Tuhan, saya mimpi tentang dunia tadi

Yang tak pernah akan datang

— Selasa, 29 Oktober 1968

Baca Juga: Kata-kata Bijak Terpopuler Ustad Abdul Somad

Kepada Pejuang-pejuang Lama

Biarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya.

Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya.

Dan datanglah kau manusia-manusia

Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu.

Dan kita, para pejuang lama

Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai

Yang berani menempuh gelombang (padahal pelaut-pelaut lain takut)

(kau tentu masih ingat suara-suara dibelakang…”mereka gila”)

Hai, kawan-kawan pejuang lama

Angkat beban-beban tua, sandal-sandal kita, sepeda-sepeda kita

Buku-buku kita ataupun sisa-sisa makanan kita

Dan tinggalkan kenangan-kenangan dan kejujuran kita

Mungkin kita ragu sebentar (ya, kita yang dahulu membina

Kapal tua ini

Di tengah gelombang, ya kita betah dan cinta padanya)

Tempat kita, petualang-petualang masa depan akan

Pemberontak-pemberontak rakyat

Di sana…

Di tengah rakyat, membina kapal-kapal baru untuk tempuh

Gelombang baru.

Ayo, mari kita tinggalkan kapal ini

Biarlah mereka yang ingin pangkat menjabatnya

Biarlah mereka yang ingin mobil mendapatnya

Biarlah mereka yang ingin rumah mengambilnya.

Baca Juga: Kata-kata Bijak Ustad Hanan Attaki sederhana dan menyentuh Hati

Ayo,

Laut masih luas, dan bagi pemberontak-pemberontak

Tak ada tempat di kapal ini

Tentang kemerdekaan

Kita semua adalah orang yang berjalan dalam barisan

Yang tak pernah berakhir,

Kebetulan kau baris di muka dan aku di tengah

Dan adik-adikku di belakang

Tapi satu tugas kita semua,

Menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis….

Kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar

Kita adalah alat dari derap kemajuan samua;

Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup

Seperti juga perjalanan di sisi penjara

Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan

Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang

Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya kita

Adalah manusia merdeka

Dalam matinya kita smua adalah

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Perempuan yang Tergusur'

Manusia terbebas.

Mandalawangi-Pangrango

Sendja ini, ketika matahari turun

Ke dalam djurang-djurang mu

Aku datang kembali

Ke dalam ribaanmu, di dalam sepimu

Dan dalam dinginnya.

Walaupun setiap orang berbicara

Tentang manfaat dan guna

Aku bicara terima kau dalam keberadaanmu

Seperti kau terima daku.

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi

Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada

Hutanmu adalah misteri segala

Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.

Malam itu ketika dingin dan kebisuan

Menjelimuti mandalawangi

Kau datang kembali

Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.

“hidup adalah soal keberanian,

Menghadapi jang tanda tanya

Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar

Terimalah, dan hadapilah.

Dan antara ransel-ransel kosong

Dan api unggun yang membara

Aku terima itu semua

Melampaui batas-batas hutanmu,

Melampaui batas-batas djurangmu

Aku cinta padamu Pangrango

Karena aku cinta pada keberanian hidup

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Maskumambang'

Hidup

Terasa pendeknya hidup memandang sejarah

Tapi terasa panjangnya karena derita

Maut, tempat penghentian terakhir

Nikmat datangnya dan selalu diberi salam

“Merasa seneng jadi landa (Belanda)

Kami adalah landa berpangkat kopral

Ini dibawah asuhan sapiteng, kapiten kok sapiteng

Ini saya mengatur sodat-sodat tidak pokro kabeh,

Semua walanda purik kabeh, tinggal aku thok,

Ini mana kapten kok tidak datang, ini kapten lali po piye?”

“Merasa seneng menjadi aktivis

Kami adalah aktivis berpangkat kopral

Ini dibawah asuhan aktivis reformasi lanjutkan,

Berkelanjutan kok lanjutkan

Ini saya mengatur saudara-saudara aktivis yang sudah

Muak dan bosan dengan ideologi dan kemiskinannya

Semua aktivis melacur, tinggal aku aktivis yang belum disunat

Ini mana kaptennya aktivis kok belum datang, lupa atau gimana?”

“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,

Apa gunanya semua yang saya lakukan ini.

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Di Mana Kamu, De'Na?'

Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang…

Makin lama semakin banyak musuh saya dan

Makin sedikit orang yang mengerti saya.

Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan.

Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan…

Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian".***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah