Tuban Bicara - Sosok Mahbub selalu menjadi inspiratif bagi kalangan Mahasiswa, terutama yang bergabung di dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Mahbub dikenal sebagai wartawan-sastrawan, agamawan, organisatoris, kolumnis, politikus, serta predikat baik lainnya yang disemangatkan di pundaknya.
Ini bukan predikat main-main, karena ia memang seorang yang memiliki talenta luar biasa. Kritik-kritik sosial dalam tulisannya begitu tajam, begitu dalam. Tentu saja dengan ciri khas yang dimilikinya: satire dan humoris.
Karena kepiawaiannya dalam menulis, ia disebut pendekar pena, bahkan Bung Karno terkesan dengannya.
Baca Juga: Puisi Sandiwara Karya Mahbub Djunaidi
Kebiasaan menulis telah ia lakukan sejak duduk di bangku SMP. Bahkan di masa itu, cerpennya berjudul Tanah Mati dipublikasikan oleh Kisah, sebuah majalah kumpulan cerita pendek bermutu, disertai komentar dan penilaian pengelolanya HB Jassin, sang legendaris paus sastra Indonesia itu.
HB Jassin sangat kagum dengan tulisan Mahbub muda. Baginya, Mahbub mampu memandang persoalan dari seginya yang kocak.
Elaborasi antara humor dan satire (cemooh kocak) disertai dengan unsur kritik. Gaya tulisannya ringan dan menyenangkan, seolah-olah main-main, tetapi persoalan serius yang diangkat.
Baca Juga: Puisi Keperdamaian Karya Mahbub Djunaidi
Beginilah karya puisi Mahbub Djunaidi
HARI-HARI DI MUSIM PANAS
Landai tanah tiada bertopi
Bendungan air gemuruhnya sepi
Merayaplah tiap tumbuhan merayap
Gemuruh tiada ‘kan sampai tepi
Kusingkaplah tabir
Teratak pojok empat menyongsong langit
Perawan bersimpuh jela-jela rambutnya
Mimpi hari yang datang
Kenang hari yang lusa
Heranlah sempat menjangkau apa
Yang disebut waktu lari-cinta
Baca Juga: Puisi Cerita Hari Ini Karya Mahbub Djunaidi
Derum sampai di sini
Anak angin kehilangan induknya
Dan yang mati-matilah sirna
Dan yang lahir-lahirlah cinta
Supaya kembali deru yang abadi
Awan membunga lebar-lebar
Berkerut mukaku atas telaga
Yang bening dan berikan bendera
Songsong anggapan ini
Muka barut-barut sendiri
Baca Juga: Puisi Bunga dan Tembok Karya Wiji Thuku
Perawan bersimpuh jela-jela rambutnya
Dan yang lahir-lahirlah cinta
Berkerut mukaku atas telaga
Hari-hari di musim panas.***