Guru Besar UI: Adopsi RUU Dwi Kewarganegaraan Perlu Contoh Negara Lain

- 3 Desember 2020, 23:15 WIB
Ilustrasi UU Ciptaker
Ilustrasi UU Ciptaker /Picpedia.org/

Namun karena beberapa faktor, pembahasan RUU tersebut tidak terselesaikan.

Baca Juga: DPR: Kota Depok Siap Gelar Pilkada 2020 

Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, Indonesia telah mengadopsi asas dwi kewarganegaraan terbatas, khususnya untuk anak hasil perkawinan campur, maupun anak yang lahir di negara yang menganut asas dwi kewarganegaraan.

Dinyatakan terbatas karena mereka harus memilih untuk melepaskan salah satu kewarganegaraannya ketika mencapai maksimal usia 21 tahun. 

“Sebagai Anggota DPR RI dapil Jakarta II yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri, saya merupakan perwakilan di parlemen dari masyarakat Indonesia di luar negeri atau yang lebih dikenal dengan diaspora. Menjadi tugas dan kewajiban kami untuk mendengarkan aspirasi diaspora,  tetap memperjuangkannya sejauh memungkinkan. Dan penerapan dwi kewarganegaraan merupakan salah satu aspirasi yang disampaikan kepada kami dari 10 pertemuan yang dilakukan bersama diaspora di luar negeri yang dilakukan secara virtual pada masa reses ini,” jelas Christina.

Baca Juga: Rashford Bakal Absen di Laga Manchester United Vs West Ham

Melalui forum inilah, lanjut politisi Partai Golkar ini, pihaknya berencana mengangkat wacana penerapan dwi kewarganegaraan, dan melihatnya dari berbagai sudut pandang sebagaimana yang akan disampaikan oleh narasumber pada FGD.

Namun pada prinsipnya RUU Dwi Kewarganegaraan dapat direvisi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun untuk mengubah sebuah Undang-Undang diperlukan kajian hukum yang matang dalam bentuk naskah akademik yang akan mengkaji berbagai aspek seperti pertahanan, keamanan, sosiologi, budaya dan kesiapan dari penyelenggara negara. 

“Revisi UU Dwi Kewarganegaraan sudah masuk dalam Prolegnas periode 2020-2024. Selain kajian hukum yang matang serta rancangan atau draf RUU-nya juga diperlukan adanya kesamaan pandangan menyangkut janji, serta komitmen politik antara pemerintah dan DPR RI sebagai lembaga pembentuk undang-undang. Jika saya boleh berpendapat, key point-nya bukannya mengindonesiakan orang asing, melainkan mempertahankan keindonesiaan orang Indonesia. Oleh karenanya saya mengajak kita semua dengan pikiran terbuka mendengarkan berbagai perspektif dalam diskusi ini,” paparnya.

Baca Juga: Van Bronckhorst Hengkang dari China

Halaman:

Editor: M Anas Mahfudhi

Sumber: dpr.go.id


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x