Bolehkah Umat Islam Mempelajari tafsir Mimpi? Berikut Penjelasanya

10 Februari 2021, 08:45 WIB
Bolehkah Umat Islam Mempelajari tafsir Mimpi /Pexels/snapwire

Tuban Bicara – Semua orang pasti mengalami mimpi. Namun, tidak semua mimpi bisa ditafsirkan dan tidak semua orang bisa secara sembarangan menafsirkan arti dari sebuah mimpi.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengelompokkan jenis mimpi menjadi tiga bagian. Dalam salah satu haditsnya, beliau bersabda yang artinya:

“Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan shalatlah!” (HR Muslim).

Baca Juga: Ibrah dari Pengalaman Nabi Musa Menampar Muka Sang Malaikat Maut

Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami bahwa tidak semua mimpi yang dialami oleh seseorang dapat dijadikan sebagai petunjuk, sebab ada kemungkinan mimpi yang dialami bukan berasal dari petunjuk Allah, tapi karena bisikan setan atau tersibukkannya seseorang dalam memikirkan suatu objek tertentu hingga objek itu terbawa dalam mimpinya. Mimpi yang dapat dijadikan pijakan adalah mimpi yang betul-betul berasal dari petunjuk Allah subhanahu wa Ta’ala.

Dikutip dari islam.nu.or.id, 9 Februari 2021, maka tidak heran jika dalam menentukan sebagian dari hukum syariat (Hukum Wadl’i), Nabi Muhammad menjadikan dasar penetapannya pada sebuah mimpi yang dialami oleh para sahabat.

Misalnya dalam menentukan pensyari’atan adzan yang berdasarkan mimpi Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khattab. Hal ini merupakan salah satu contoh dari mimpi yang merupakan petunjuk dari Allah.

Baca Juga: Doa Yang Diajarkan Nabi Ketika Mengalami Kesulitan

Sedangkan untuk membedakan antara mimpi yang benar-benar petunjuk dari Allah dengan mimpi yang berasal dari bisikan setan salah satunya dengan menandai waktu terjadinya mimpi tersebut.

Jika mimpi terjadi pada dini hari atau saat waktu sahur maka kemungkinan besar mimpi itu adalah mimpi yang benar dan dapat ditafsirkan. Sedangkan mimpi yang dipandang merupakan bisikan dari setan adalah mimpi yang terjadi pada awal-awal malam atau saat petang.

Baca Juga: Tanggapi Peringatan Maulid Nabi di Pekalongan, Ganjar : Acara Terpaksa Ditunda Lagi

Ketentuan ini seperti yang dijelaskan oleh Ibnu al-Jauzi:
وَأَصْدَقُ الرُّؤْيَا: رُؤْيَا الْأَسْحَارِ، فَإِنَّهُ وَقْتُ النُّزُولِ الْإِلَهِيِّ، وَاقْتِرَابِ الرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ، وَسُكُونِ الشَّيَاطِينِ، وَعَكْسُهُ رُؤْيَا الْعَتْمَةِ، عِنْدَ انْتِشَارِ الشَّيَاطِينِ وَالْأَرْوَاحِ الشَّيْطَانِيَّةِ

“Mimpi yang paling benar adalah di waktu sahur, sebab waktu tersebut adalah waktu turunnya (isyarat) ketuhanan, dekat dengan rahmat dan ampunan, serta waktu diamnya setan. Kebalikannya adalah mimpi di waktu petang (awal waktu malam)” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin, juz 1, hal. 76).

Baca Juga: Tanggapi Peringatan Maulid Nabi di Pekalongan, Ganjar : Acara Terpaksa Ditunda Lagi

Memiliki kemampuan untuk memahami arti dari mimpi termasuk salah satu bentuk keistimewaan. Hal ini salah satunya dibuktikan dari pemberian keistimewaan mampu menafsirkan mimpi dari Allah kepada Nabi Yusuf.

Dengan demikian, mempelajari ilmu tentang tafsir mimpi bukanlah hal yang terlarang. Bahkan oleh sebagian ulama ilmu ini dimasukkan dalam kategori ilmu syariat. Salah satu yang berpandangan demikian adalah antropolog terkemuka Muslim, Ibnu Khaldun. Berikut pandangan beliau tentang ilmu tafsir mimpi:

“Ilmu Tafsir Mimpi. Ilmu ini merupakan bagian dari ilmu syariat dan merupakan ilmu yang baru dalam agama tatkala ilmu-ilmu dijadikan sebuah pekerjaan dan manusia menuliskan tentang ilmu. Sedangkan mimpi dan tafsir mimpi sebenarnya telah wujud di zaman salaf (terdahulu) seperti halnya juga wujud di zaman khalaf (masa kini) (Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 288).

Baca Juga: Alasan PP Muhammadiyah Sebut Orang yang Bertemu Nabi Tidak Perlu Disampaikan Ke Publik

Selain itu, sebagai bentuk apresiasi, Islam menganjurkan agar seseorang berusaha mencari makna atau tafsir dari mimpi yang dialami, sebab dalam sebuah mimpi terdapat pengetahuan tentang hal-hal gaib yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia.***

Editor: M Anas Mahfudhi

Sumber: islam.nu.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler