Puisi Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Karya Joko Pinurbo

7 Februari 2021, 20:19 WIB
Puisi Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Karya Joko Pinurbo. /Carola68/Pixabay

Tuban Bicara - Siapa yang tidak dikenal dengan Jokpin atau Joko Pinurbo, dia lahir di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. Joko Pinurbo adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia.

Karya-karya puisinya merupakan perpaduan antara naratif, ironi refleksi diri, dan kadang mengandung unsur “kenakalan” Tahun 2005, dia menerima anugerah dari Khatulistiwa Literary Awards kategori puisi melalui bukunya, Kekasihku.

Ia lulus dari jurusan Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta.

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

Joko Pinurbo pernah menjadi redaktur Basis, Gatra dan Sadhar terbitan IKIP Sanata Dharma, juga mengajar di almamaternya, dan terakhir bekerja di PT. Grasindo cabang Yogyakarta.

Joko Pinurbo mulai menulis puisi pada usia 20-an walaupun ia telah membaca puisi-puisi Indonesia sejak remaja.

Dalam menulis puisi, ia kerap mencampur antara realitas dengan impian, hikmat dengan unsur-unsur komik, si angkuh dan si pejalan kaki, yang semua itu dapat ditemukan dalam satu baris dan diucapkan dalam satu hembusan napas.

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

Citra reliji dapat tampil berdampingan dengan komentar-komentar berbau sosial politik pun percakapan yang intim.

Beberapa karya puisi Joko Pinurbo tampaknya merupakan parodi dari tradisi puisi Indonesia.

Selain itu ia juga gemar menggunakan pencitraan yang kelihatannya klise yang jarang ditemukan dalam puisi Indonesia, misalnya pengacuannya pada objek-objek yang biasa ditemukan sehari-hari seperti sarung, telepon genggam, kamar mandi, celana panjang, merupakan ciri khas dari karya-karya Joko Pinurbo.

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

Selain puisi, Joko Pinurbo juga menulis esai. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai majalah dan surat kabar antara lain Horison, Basis, Kalam, Citra Yogya, Jurnal Puisi, Mutiara, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Republika, Kompas, dan Bernas.

Beginilah beberapa puisi karya Joko Pinurbo.

PUISI DARI RADEN AJENG KARTINI UNTUK MARIA MAGDALENA PARIYEM
untuk Linus Suryadi AG

Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Demam mulai merambat ke leher,
encok menyayat-nyayat punggung dan pinggang.
Dan angin pantai Jepara yang kering
berjingkat pelan di alis yang tenang;
di pelupuknya anak-anak kesunyian
ingin lelap berbaring, ingin teduh dan tenteram.

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

“Terimalah salam damaiku
lewat angin laut yang kencang, dinda.
Resah tengah kucoba.
Sepi kuasah dengan pena.
Kaudengarkah suara gamelan
tak putus-putusnya dilantunkan
di pendapa agung yang dijaga
tiang-tiang perkasa
hanya untuk mengalunkan
tembang-tembang lara?
Kaudengarkah juga
derap kereta di jauhan
datang melaju ke arah jantungku.”

Kereta api hitam berderap membelah malam,
melintasi hamparan kelabu perkebunan tebu.
Kesedihan diangkut ke pabrik-pabrik gula,
di belakangnya perempuan-perempuan pemberani
berduyun-duyun mengusung matahari.

“Perahu-perahu kembara, dinda,
telah kulepas dari pantai Jepara.
Berlayarlah tahun-tahunku, mimpi-mimpiku
ke gugusan hijau pulau-pulau Nusantara.
Berlayarlah ke negeri-negeri jauh,
ke Nederland sana.
Seperti kukatakan pada Ny. Abendanon
dan Stella: ingin rasanya aku
menembus gerbang cakrawala.”

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Tangan masih menyurat di atas kertas.
Hati melemas pada berkas-berkas cemas.
Angin merambat lewat kain dan kebaya.
Dingin merayap hingga sanggulnya.
Dan anak-anak kesunyian bergelayutan
pada bulu matanya yang sayup,
yang mengungkai cahaya redup.

“Sering kubayangkan, dinda,
perempuan-perempuan perkasa
berbondong-bondong menyunggi matahari,
menggendong bukit-bukit tandus
di gugusan pegunungan seribu
menuju hingar-bingar pasar palawija
di keheningan langit Jogja.
Kubayangkan pula
ladang-ladang karang
dirambah, disiangi
kaki-kaki telanjang
dengan darah sepanjang zaman.”

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

Kereta api hitam berderap membelah malam,
membangunkan si lelap dari tidur panjang.
Jari masih menulis bersama gerimis,
bersama angin dan kenangan.
Di telapak tangannya perahu-perahu dilayarkan
ke daratan-daratan hijau, negeri-negeri jauh
tak terjangkau.

“Badai, dinda,
badai menyerbu ke atas ranjang.
Kaudengarkah kini biduk mimpiku
sebentar lagi karam
di laut Rembang?”

Raden Ajeng Kartini terkantuk-kantuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Demam membara, encok meruyak pula.
Dan sepasang alap-alap melesat
dari ujung pena yang luka.
(1997)

Baca Juga: Puisi Terkenang Celana Pak Guru Karya Joko Pinurbo

Demikian itu puisi karya Joko Pinurbo, semoga menginspirasi hidup kamu dan memotivasi untuk selalu belajar menulis puisi.***

Editor: Edison T

Tags

Terkini

Terpopuler