Tak Ada Urgensi Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, DPP Demokrat: Tak Ada Alasan Objektif Wacana Itu Dilakukan

- 14 Maret 2021, 20:13 WIB
Tak Ada Urgensi Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, DPP Demokrat: Tak Ada Alasan Objektif Wacana Itu Dilakukan
Tak Ada Urgensi Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, DPP Demokrat: Tak Ada Alasan Objektif Wacana Itu Dilakukan /Foto: ANTARA/Laily Rahmawaty./

Tuban Bicara - Wacana terkait penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode turut juga ditanggapi oleh Deputi Bappilu DPP Demokrat, Kamhar Lakumani.

Dalam keterangannya, Kamhar Lakumani menyatakan menolak terkait wacana masa jabatan Presiden yang dapat memimpin hingga tiga periode yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.

Lebih lanjut, dituturkan Kamhar Lakumani bahwa saat ini tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk membuat wacana masa jabatan Presiden tiga periode itu harus dilakukan.

Baca Juga: KSP Moeldoko Disiapkan Maju di Pilpres 2024, Salim Said: Bagaimana Mau Jadi Presiden?

Seperti diketahui, usulan penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode itu sebelumnya diungkapkan oleh mantan Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono pada Sabtu, 13 Maret 2021 melalui akun Twitter miliknya.

Dalam cuitannya itu, Arief Poyuono meminta agar amandemen UUD 1945 untuk membuat Presiden menjabat tiga periode.

Sebagaimana diberitakan judul artikel "Demokrat: Tak Ada Urgensi Amandemen UUD 1945, Apalagi Hanya untuk Masa Jabatan Presiden 3 Periode", usulan itu pun kemudian ditolak oleh Kamhar Lakumani.

Baca Juga: Kemnaker Jelaskan Alasan Peserta Program Kartu Prakerja 2021 Tidak Lolos, Simak Ulasannya!

"Karenanya kami berpandangan tak ada urgensi untuk melakukan amandemen UUD 1945, apalagi jika hanya untuk merubah batas masa jabatan presiden," kata Kamhar Lakumani saat dikonfirmasi Minggu 14 Maret 2021.

Kamhar Lakumani mengatakan, saat ini tidak ada alasan objektif untuk mendorong wacana Presiden menjabat tiga periode tersebut.

Apalagi pencapaian pemerintah baik dari segi ekonomi, politik dan hukum saat ini tidak terlalu baik.

Baca Juga: Dukung Pengembangan Vaksin Buatan Dalam Negeri, DPR: Demi Memastikan Khasiat, Mutu, dan Keamanannya

"Biasa saja, malah dibidang politik dan hukum ada beberapa indikator yang mengalami penurunan," tutur Kamhar Lakumani.

Politisi Demokrat itu menjelaskan, dalam amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden sudah diatur untuk memastikan sirkulasi dan pergantian kepemimpinan agar dapat berjalan tanpa sumbatan dan menghindarkan pada jebakan kekuasaan.

Menurut dia, masa jabatan yang terlalu lama akan membawa pada kekuasaan absolut yang cenderung korup dan benar-benar merusak.

Baca Juga: Hilang Pasca KLB Demokrat 2021, KSP Moeldoko Kedapatan Tengah Bersama Pedagang Gerobak Sayur di Pinggir Jalan

Dalam hal ini kata Kamhar Lakumani, Indonesia punya pengalaman sejarah yang tak indah untuk dikenang akibat tak adanya batas masa jabatan presiden pada masa orde lama dan orde baru.

"Keduanya terjebak pada jebakan kekuasaan yang ingin terus menerus berkuasa seumur hidup, akhirnya dikoreksi oleh gerakan mahasiswa. Terlalu mahal biaya sosial, ekonomi dan politik yang mesti ditanggung sebagai akibat," katanya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa wacana tersebut juga pernah muncul di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca Juga: Ruhut Sitompul Yakini Moeldoko yang Akan Disahkan, Meski Kubu AHY Gandeng Bambang Widjojanto, Simak Ulasannya!

Namun saat itu, SBY mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan.

"Kekuasaan itu cenderung menggoda, karenanya dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan dalam menjalankan dan memposisikan kekuasaan agar terhindar dari jebakan kekuasaan," Pungkas Kamhar Lakumani.

***

 

 

 

 

 

 

 

Editor: M Anas Mahfudhi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkait

Terkini

x