Puisi Misalkan Kita di Sarajevo Karya Goenawan Muhammad

- 21 Februari 2021, 22:30 WIB
Ilustrasi puisi.
Ilustrasi puisi. /Pixabay.com/Thought Catalog

Tuban Bicara - Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas.

Tulisan Goenawan banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, dan korupsi banyak dimuat dimedia-media cetak dan online.

Ketika duduk di kelas VI SD, Goenawan mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI.

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) saat itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H. B. Jassin.

Goenawan sendiri mulai menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.

Ia pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997.

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

Beginilah diantara beberapa karya Puisi Goenawan Muhammad.

Puisi MISALKAN KITA DI SARAJEVO

Buat B.B dan kawan-kawan

 

Misalkan kita di Sarajevo; mereka akan mengetuk

dengan kanon sepucuk

dan bertanya benarkah ke Sarajevo

ada secelah pintu masuk.

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Misalkan kita di Sarajevo: tembok itu,

dengan luka-luka peluru,

akan bilang “tidak”,

selepas galau.

 

Tapi kau tahu musim, di Sarajevo

akan mematahkan engsel,

dingin akan menciutkan tangan,

dan listrik lindap.

 

Orang-orang akan kembali

dari kedai minum,

dan memandangi hangus

di loteng-loteng.

Baca Juga: Puisi Perjalanan Malam Karya Goenawan Muhammad

Apakah yang mereka saksikan sebenarnya

di Sarajevo: sebentang samun,

tanah yang redam?

Apakah yang mereka saksikan sebenarnya?

 

Keyakinan dipasak

di atas mihrab dan lumbung gandung

dan tak ada lagi

orang membaca.

 

Hanya mungkin pada kita

masih ada seutas tilas,

yang tak terseka. Atau barangkali

sebentuk asli katahati?

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Misalkan, misalkan, di Sarajevo: bulan

tak meninggalkan replika,

di dekat menara, tinggal warna putih

yang hilang dari azan

 

Misalkan angin juga kehilangan

perangai

di pucuk-pucuk poplar kuning

dan taman yang tak bergerak.

 

Pasti nenek peri, dengan suara kanker di perut,

akan berkata,

“Tinggal cobaan dalam puasa

di padang gurun, di mana kau tak bisa.”

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Mengapa kita di Sarajevo?

Mengapa gerangan kita pertahankan kota ini?

Seperti dalam sebuah kisah film,

Sarajevo tak bisa takluk.

 

Kita tak bisa takluk

Tapi keluar dari gedung rapat umum,

orang-orang sipil

akan mengenakan baju mereka yang terbaik,

 

mencium pipi para isteri, ramah tapi gugup,

meskipun mereka, di dalam saku,

menyembunyikan teks yang gaib itu:

“Bukan roti, melainkan firman.”

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Batu-batu di trotoar ini

memang tak akan bisa jadi roti

cahaya salju di kejauhan itu

juga tak akan jadi firman

 

Tapi misalkan kita di Sarajevo

Di dekat museum itu kita juga akan takzim

membersihkan diri: Biarkan aku mati

dalam warna kirmizi.”

 

Lalu aku pergi

kau pergi, berangkat, tak memucat

seperti awal pagi

di warna kirmizi

1994

Baca Juga: Puisi Perjalanan Malam Karya Goenawan Muhammad

Begitulah karya Puisi Goenawan Muhammad, semoga bermanfaat bagi kalian semua yang baru belajar menulis puisi.***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini

x