Tuban Bicara - Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas.
Tulisan Goenawan banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, dan korupsi banyak dimuat dimedia-media cetak dan online.
Ketika duduk di kelas VI SD, Goenawan mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI.
Baca Juga: Puisi Ana Bunga Karya Sutardji Calzoum Bachri
Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) saat itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H. B. Jassin.
Goenawan sendiri mulai menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.
Ia pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997.
Baca Juga: Puisi Batu Karya Sutardji Calzoum Bachri
Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).
Beginilah diantara beberapa karya Puisi Goenawan Muhammad.
Puisi TELESKOP
Ia memandangimu dari jauh: sebuah teleskop tua, yang tak akan kelihatan,
seseorang yang sedikit sok-tahu tapi maklum: pejalan cahaya yang sebenarnya takut menyentuhmu.
Baca Juga: Puisi Bayangkan Karya Sutardji Calzoum Bachri
Itu sebabnya, nak, pada suatu sore, ia bertekad pergi ke pohon tumbang itu, tempat
kau pada suatu hari duduk. Tak ada jejak di sana. Mungkin tubuhmu selamanya tak
menginjak bumi: seperti capung dengan mata yang tak tampak dan sayap yang
bergetar berulang kali.
Baca Juga: Puisi Jembatan Karya Sutardji Calzoum Bachri
Ia tahu tanganmu menanting jam. Berkeringat. Tapi ia tak akan berani menghambur
ke depan menawarkan akhir yang lain. Ia hanya akan kembali memandangimu dari
jarak yang tak tentu. Merasa makin tua, merasa makin jauh, dalam ruang yang
memuai, meskipun ia tetap sisipkan teleskop itudi saku jaketnya.
Baca Juga: Puisi Ana Bunga Karya Sutardji Calzoum Bachri
Sebenarnya sejak tahun itu, sejak ia melihatmu terdiam di depan pintu itu, ia sudah ingin berkata: Lihat, aku tak menguntitmu. Tapi ia tak pernah yakin
kepada siapa ia berkata. Ia cuma yakin suaranya tak mengejutkan. Hanya jam itu, ditanganmu, yang selamanya mengejutkan.
2009
Begitulah karya Puisi Goenawan Muhammad, semoga bermanfaat bagi kalian semua yang baru belajar menulis puisi.***