Puisi Jembatan Karya Sutardji Calzoum Bachri

- 20 Februari 2021, 17:00 WIB
Ilustrasi puisi.
Ilustrasi puisi. /Pixabay/congerdesign

Tuban Bicara - Nama Sutardji Calzoum Bachri sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia, perihal kemampuan laksana rajawali di langit, paus di laut yang bergelombang, kucing yang mencabik-cabik.

Tidak berhenti di situ, bahkan dia telah menerobos perihal Kata, baik makna, jenis, bentuk hingga tata bahasanya demi menciptakan karya-karya yang terbebas dari belenggu atau aturan-aturan.

Sutardji Calzoum Bachri terlahir sebagai anak kelima dari sebelas bersaudara yang dilahirkan di daerah Rengat, Indragiri Hulu pada 24 Juni 1941.

Baca Juga: Puisi Senja di Desa Karya Sitor Situmorang

Terlahir sebagai putra dari pasangan Muhammad Bachri dan May Calzoum.

Sang ayah berasal dari Prembun, Kutoarjo, Jawa Tengah sedangkan ibunya berasal dari Tanbelan, Riau.

Setelah tamat SMA bung Tardji (sapaan akrab Sutardji Calzoum Bachri) sempat melanjutkan studinya hingga tingkat doktoral di Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Baca Juga: Puisi Senja di Desa Karya Sitor Situmorang

Pada masa studinya di bandung itu ia mencoba merintis kesastraannya dengan mulai menulis di beberapa surat kabar.

Sajak-sajaknya pun sempat dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.

Pada kisaran tahun 1974 ia mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam.

Baca Juga: Puisi Jalan Batu Ke Danau Karya Sitor Situmorang

Kemudian, dilanjutkan dengan mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975.

Sutardji menikah dengan Mariham Linda pada tahun 1982 dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Mila Seraiwangi.

Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri adalah karya sastra yang mengusung konsep kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian.

Baca Juga: Puisi Paul Eluard Karya Sitor Situmorang

Bung Tardji seolah ingin mengembalikan kata pada fungsi seperti dalam mantra.

Kalimat dalam karyanya tidaklah beraturan dan itu merupakan ciri khasnya yang membuat kehidupan Sastra di Indonesia menjadi lebih segar.

Melalui Sajak-sajaknya tersebut Sutardji mencoba memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia.

Baca Juga: Puisi Paris La-Nuit Karya Sitor Situmorang

Keunikan Sutardi dalam bersastra bukan hanya pada sajak-sajaknya saja, penampilannya di atas panggung pun menarik perhatian semua orang.

Pada sebagian besar penampilannya, ia selalu tampil dengan menunjukan sebuah atraksi dan membawa harmonika kesayangannya.

JEMBATAN

Oleh : Sutardji Calzoum Bachri

Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit

Baca Juga: Puisi LA NOCHE DE LAS PALABRAS (EL DIARIO DE MEDELLIN) Karya Sutardji Calzoum Bachri
mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu !
Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
di antara kita ?
Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot
linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati
dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu
mengucapkan kibarnnya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.

Baca Juga: Puisi LA NOCHE DE LAS PALABRAS (EL DIARIO DE MEDELLIN) Karya Sutardji Calzoum Bachri

Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air.***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini

x