Puisi Si Anak Hilang Karya Sitor Situmorang

- 15 Februari 2021, 15:24 WIB
Ilustrasi puisi.
Ilustrasi puisi. /Pixabay.com/Counselling

Tuban Bicara - Siapa yang tidak kenal dengan penulis handal dimasanya, dia adalah Sitor Situmorang Lahir 21 Oktober 1924 di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Pendidikannya: HIS di Balige dan Sibolga, MULO di Tarutung, dan AMS di Jakarta. Ia memperdalam studi sinematografi di Los Angeles, California, Amerika Serikat (1956-1957).

Bermukim di Singapura (1942), Amsterdam (1950-1951), Paris (1952-1953). Sejak 1984 dia tinggal di Leiden dan Den Haag, Belanda.

Baca Juga: Puisi Urat Bona Pasogit Karya Sitor Situmorang

Dimasa kemerdekaan Indonesia, dia menjadi wartawan Suara Nasional (1945), Waspada (1947), Berita Nasional, dan Warta Dunia.

Dia pun pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan Departermen P&K, dosen Akademi Teater Nasional Indonesia, ketua Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia (1959-1965), anggota Dewan Nasional, anggota Dewan Perancang Nasonal, anggota MPRS, dan anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan Departermen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (1961-1962).

Beberapa karya Bukun yang sudah diterbitkan: Pertempuran dan Salju di Paris (1956) kumpulan cerita pendek; mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk prosa yang terbit tahun 1955-1956.

Baca Juga: Puisi Nama dan Pertanda Karya Sitor Situmorang

Peta Perjalanan (1976) kumpulan sajak; mendapat Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta tahun 1978 untuk buku puisi yang terbit tahun 1976-1977.

Sitor menulis puisi, cerita pendek, esei, lakon dan menerjemahkan beberapa karya sastra asing. Dia pun menulis puisi dalam bahasa asing.

Beginilah beberapa karya Puisi Sitor Situmorang yang populer.

Baca Juga: Puisi Di Hutan Lintong Karya Sitor Situmorang

Puisi SI ANAK HILANG

Seorang kaya mempunyai dua putra,

Dua remaja berlainan perangai,

Si Bapak sama-sama sayang,

Bagaimana akan memisah darah?

 

Putra sulung rajin lagi tekun,

Bertani, bertukang, merawat hewan,

Sepanjang hari bekerja di kebun,

Memelihara warisan nenek moyang.

 Baca Juga: Puisi Danau Toba Karya Sitor Situmorang

Putra bungsu suka ke tempat pesta,

Pesiar di mana orang muda berkumpul,

Padi di ladang, hewan berbiak di gunung,

Menjadi haknya, tanpa kerja.

 

Malam pergi, pulang di pagi buta,

Kerja si Bungsu sepanjang tahun,

Tinggalkan si Sulung membanting tulang,

Kembali malam menutup kandang.

 

Akhirnya desa terlalu sepi,

Bagi si perlente, jagoan pasar,

Putus kata – Ia akan ke kota, pergi,

Berbekal warisan pemberian Ayah.

 Baca Juga: Puisi Danau Toba Karya Sitor Situmorang

Kota jaya penuh warna dunia,

Membuat si Bungsu mabuk bahagia,

Makan, minum, bersenda gurau,

Dengan sahabat pandai berlagu.

 

Harta pun habis – Negeri dilanda lapar,

Wabah mengamuk membawa sengsara,

Teringat si Bungsu, betapa senangnya,

Andai ia pelayan saja di rumah Ayah.

 

Untuk hidup, si Bungsu ambil kerja,

Pelayan di rumah orang, tingkat terendah,

Kandang hewan jadi penginapan,

Untuk makan, diberi sisa makanan.

 Baca Juga: Puisi Urat Bona Pasogit Karya Sitor Situmorang

Si Bungsu lalu sadar, ia harus pulang,

(melambai kampung halaman)

Dekat Ayah di antara budak belian,

jadi pembantu si Abang

 

Suatu sore ia dari jauh datang,

Nampak pada Ayah di pematang,

Tempatnya tertunggu tiap sore,

Doakan si anak teringat pulang.

 

Si Ayah berlari menjumpai anaknya,

Dipeluknya sambil tersedu-sedu,

Si Bungsu terharu, lalu sujud:

“Ayah, aku berdosa. Aku pantas budakmu.”

 Baca Juga: Puisi Nama dan Pertanda Karya Sitor Situmorang

Si Ayah segera memanggil kerabat,

Minta sapi-domba disiapkan korban,

Merayakan hari bahagia umat –

Anakku hilang, kembali ke pangkuan!

 

Dari ladang, kembali si Sulung,

Mendengar orang ramai berdendang,

Ayahku pesta, apa gerangan hal baru,

Alasan beria, di luar pengetahuanku?

 

Tetangga berkata: Belumkah kau tahu?

Adikmu pulang, dari perantauan,

Karenanya kita pesta, menuang madu,

Minum anggur sepuas hati.

Baca Juga: Puisi Urat Bona Pasogit Karya Sitor Situmorang

Si Sulung berpaling, pergi menyendiri.

Di tengah ladang sedih berdiri,

Pikirkan nasib, betapa sia-sia,

Habiskan umur kerja dengan setia.

 

Si ayah merasa, si Ayah melihat,

Anak setia bermuram durja,

Ia datangi, membujuk penuh kasih:

Tak kau bahagia anakku sayang?

Adikmu pulang, setelah lama hilang!

Kasihku padamu. Hartaku semua

Adalah milikmu. Adikmu ini

lebih dari domba, pantas dikasihani!

 

Si Sulung berpaling, lalu lari ke rumah,

Menjumpai adiknya, berdiri di ambang,

Mereka berhadapan, tangan hendak membunuh,

Lunglai – membelai ubun adik tersayang.

Baca Juga: Puisi Danau Toba Karya Sitor Situmorang

Demikian lah karya puisi sitor situmorang, semoga bermanfaat bagi kalian semua dan memberikan motivasi untuk selalu semangat menulis puisi.***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini

x