Puisi Telephone Genggam Karya Joko Pinurbo

- 8 Februari 2021, 07:00 WIB
Ilustrasi Puisi Telephone Genggam Karya Joko Pinurbo.
Ilustrasi Puisi Telephone Genggam Karya Joko Pinurbo. /Pixabay

Baca Juga: Puisi Mata Air Karya Joko Pinurbo

Ia mondar-mandir saja di dalam rumah, bolak-balik antara toilet dan ruang tamu, menunggu kabar dari seberang, sambil tetap digenggamnya benda mungil yang sangat disayang: surga kecil yang tak ingin ditinggalkan.

Dipencetnya terus sebuah nomor dan yang muncul hanya tulalit yang membuat sakitnya makin berdenyit. Sesekali tersambung juga, namun setiap ia bilang halo jawabnya selalu Halo halo Bandung. Ia pukulkan telepon genggamnya ke kepala, tapi lalu diciumnya.

Kabar dari seberang tak kunjung datang, ia pergi saja ke ranjang: tidur barangkali akan membuatnya sedikit tenang. Ia terbaring terlentang, masih dengan kaos kaki dan jas yang dipakainya ke pesta, dan telepon genggam tak pernah lepas dari cengkeram. Telepon genggam: surga kecil yang tak ingin ditinggalkan.

Baca Juga: Puisi Ibu yang Tabah Karya Joko Pinurbo

Akhirnya terdengar juga bunyi panggilan. Ia berdebar membayangkan perempuan itu mengucap salam: Tidurlah sayang, sudah malam. Kau tak akan pernah kutinggalkan. Ternyata cuma umpatan dari seseorang yang tak ia kenal: Gile, tidur aja pake jas segala. Emangnya mau mati?

Berpuluh pesan telah ia tulis dan kirimkan dan tak pernah ada balasan. Hanya sekali ia terima pesan, itu pun cuma iseng: Selamat, Anda mendapat hadiah undian mobil kodok. Segera kirimkan foto Anda untuk dicocokkan dengan kodoknya.

Antara tertidur dan terjaga, antara harap dan putus asa, telepon genggamnya tiba-tiba berbunyi nyaring. Ia tempelkan benda ajaib itu ke telinganya dan ia dengar suara burung berkicau tak henti-hentinya. Suara burung yang dulu sering ia dengar dari rerimbun pohon sawo di halaman rumahnya, rumah ibu-bapaknya.

Baca Juga: Puisi Tikus Karya Joko Pinurbo

Di luar hujan telah turun, terdengar suara peronda meninggalkan gardu. Ia ingin tidur saja karena merasa tak ada lagi yang mesti ditunggu. Ketika untuk terakhir kali ia mencoba menghubungi nomor perempuan itu, ia terkesiap takjub melihat layar telepon genggamnya
memancarkan gambar gerimis mengguyur senja.

Halaman:

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini

x