Puisi Ibu yang Tabah Karya Joko Pinurbo

- 6 Februari 2021, 19:16 WIB
Ilustrasi Puisi.
Ilustrasi Puisi. /Pixabay/ Lolame/

Tuban Bicara - Siapa yang tidak dikenal dengan Jokpin atau Joko Pinurbo, dia lahir di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962.

Joko Pinurbo adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia. Karya-karya puisinya merupakan perpaduan antara naratif, ironi refleksi diri, dan kadang mengandung unsur “kenakalan” Tahun 2005, dia menerima anugerah dari Khatulistiwa Literary Awards kategori puisi melalui bukunya, Kekasihku.

Ia lulus dari jurusan Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta.

Baca Juga: Puisi Cat Air untuk Rizki Karya Sapardi Djoko Damono

Joko Pinurbo pernah menjadi redaktur Basis, Gatra dan Sadhar terbitan IKIP Sanata Dharma, juga mengajar di almamaternya, dan terakhir bekerja di PT. Grasindo cabang Yogyakarta.

Joko Pinurbo mulai menulis puisi pada usia 20-an walaupun ia telah membaca puisi-puisi Indonesia sejak remaja.

Dalam menulis puisi, ia kerap mencampur antara realitas dengan impian, hikmat dengan unsur-unsur komik, si angkuh dan si pejalan kaki, yang semua itu dapat ditemukan dalam satu baris dan diucapkan dalam satu hembusan napas.

Baca Juga: Puisi Sonet 4 Karya Sapardi Djoko Damono

Citra reliji dapat tampil berdampingan dengan komentar-komentar berbau sosial politik pun percakapan yang intim.

Beberapa karya puisi Joko Pinurbo tampaknya merupakan parodi dari tradisi puisi Indonesia.

Selain itu ia juga gemar menggunakan pencitraan yang kelihatannya klise yang jarang ditemukan dalam puisi Indonesia, misalnya pengacuannya pada objek-objek yang biasa ditemukan sehari-hari seperti sarung, telepon genggam, kamar mandi, celana panjang, merupakan ciri khas dari karya-karya Joko Pinurbo.

Baca Juga: Puisi Sonet 6 Karya Sapardi Djoko Damono

Selain puisi, Joko Pinurbo juga menulis esai. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai majalah dan surat kabar antara lain Horison, Basis, Kalam, Citra Yogya, Jurnal Puisi, Mutiara, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Republika, Kompas, dan Bernas.

Beginilah beberapa puisi karya Joko Pinurbo.

Puisi IBU YANG TABAH

Ibu itu mengasuh anak-anaknya sendirian sejak suaminya dipinjam negara untuk dijadikan kelinci dalam percobaan sistem keamanan. Sampai sekarang belum dikembalikan, padahal suaminya itu sebenarnya cuma pemberani yang lugu dan kadang-kadang nekat. Toh ibu itu tak pernah berhenti menunggu, meskipun menunggu adalah luka. Dan ia memang perkasa. Menghadapi anak-anaknya yang nakal dan sering menyusahkan, ia tak pernah kehilangan kesabaran.

Baca Juga: Puisi Cat Air untuk Rizki Karya Sapardi Djoko Damono

Setiap subuh ibu itu memetik embun di daun-daun, menampungnya dalam gelas, dan menghidangkannya kepada anak-anaknya sebelum mereka berangkat sekolah. Malam hari diam-diam ia memeras airmata, menyimpannya dalam botol, dan meminumkannya kepada anak-anaknya bila mereka sakit.

Ia mendidik anak-anaknya untuk tidak cengeng. Ia paling tidak suka melihat orang mudah menangis. Bila anak-anaknya bertanya, "Mengapa Ibu tidak pernah menangis?", jawabnya, "Biar kutabung airmataku buat hari tua. Bila kelak aku meninggal, kalian bisa memandikan jenazahku dengan tabungan airmataku.”

Baca Juga: Puisi Sonet 4 Karya Sapardi Djoko Damono

Sehari-hari ibu yang penyabar itu berjualan awalan ber- di sekolah partikelir yang hidup enggan mati tak mau. Sebagian besar muridnya bodoh dan berandal, tapi ya bagaimana lagi, mereka tetap harus dicintai. Ia rajin menasihati mereka agar tidak mudah putus asa, apalagi menangis, menghadapi kegagalan. "Berlatih gagal itu penting," pesannya berulang-ulang.

Tenaga dan waktunya praktis habis untuk urusan rumah dan pekerjaan sehingga ia kurang hiburan. Satu-satunya hiburan adalah menonton televisi yang sudah agak pucat gambarnya. Dan ia penggemar televisi yang baik. Ia bisa sangat terharu menyaksikan kisah yang menyayat hati, misalnya kisah tentang pejuang yang digugurkan negara dan jenazahnya diselimuti kain bendera. Anak-anak ikut trenyuh dan tersedu melihat ibu mereka diam-diam mengusap airmata. "Jangan menangis!" bentak ibu yang tabah itu tiba-tiba. “Aku menangis hanya untuk menyenang-nyenangkan televisi. Mengerti?”
(2002).

Baca Juga: Puisi Cat Air untuk Rizki Karya Sapardi Djoko Damono

Demikian itu puisi karya Joko Pinurbo, semoga menginspirasi hidup kamu dan memotivasi untuk selalu belajar menulis puisi.***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x