Dengan Puisi Wiji Thukul Melawan

- 9 Januari 2021, 05:00 WIB
Ilustrasi puisi
Ilustrasi puisi /Pixabay/Pexels/Pixabay

Tuban Bicara - Meskipun Indonesia sudah merdeka dari puluhan tahun, ketidak-adilan selalu menjadi topik utama dari sajak maupun puisi dari hasil karya Wiji Thukul untuk melakukan kritik terhadap Pemerintah masa itu.

Dalam puisi-puisinya, ia mengupas kehidupan rakyat kecil yang hidup di bawah kepemimpinan otoriter pada masa Orde Baru

Rasa-rasa pahit kemiskinan dan penderitaan terasa begitu pilu terurai melalui untaian kata yang Wiji tulis.

Baca Juga: Bacakan 3 Puisi ini, Pasti Luluh Hati Gebetan Kamu

Ia berbicara dengan bahasa sederhana, yang dengan mudah dapat dimengerti oleh orang awam sekalipun yang bahkan belum pernah berkenalan dengan puisi.

Ia bernyali dan jujur dalam mengungkapkan apa yang ia lihat, dengar, ucapkan, dan rasakan.

Kalimat yang sangat populer hingga hari ini “Hanya ada satu kata: Lawan!” mungkin menjadi penggalan kalimat yang paling terkenal dari karya Wiji dan sering digunakan oleh kaum buruh dan kelompok marjinal saat menyuarakan aspirasi mereka. 

Baca Juga: 10 Puisi Legendaris Karya Chairil Anwar Penyair Indonesia

Disisi lain Wiji, seorang aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dituduh subversif oleh pemerintah Orde Baru, hinggap dari satu tempat ke tempat lain, pada masa-masa awal sebelum Reformasi.

Ia meninggalkan istrinya, Sipon, beserta kedua anaknya yang masih kecil, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. 

Sebuah kisah pelarian dan persembunyiannya dari cengkeraman militer ditayangkan melalui film berjudul Istirahatlah Kata-Kata (yang judulnya diambil dari salah satu karya Wiji).

Baca Juga: Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman

Film besutan sutradara muda Yosep Anggi Noen ini mulai ditayangkan di sejumlah kota di Indonesia mulai hari ini, Kamis, 19 Januari.

Peringatan

jika rakyat pergi

ketika penguasa pidato

kita harus hati-hati

barangkali mereka putus asa

kalau rakyat bersembunyi

dan berbisik-bisik

ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat berani mengeluh

itu artinya sudah gasat

dan bila omongan penguasa 

tidak boleh dibantah

Baca Juga: Bacakan 3 Puisi ini, Pasti Luluh Hati Gebetan Kamu

kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang

suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata: lawan!

Hari itu aku akan bersiul-siul

pada hari coblosan nanti

aku akan masuk ke dapur

akan kujumlah gelas dan sendokku

apakah jumlahnya bertambah

setelah pemilu bubar?

pemilu oo… pilu, pilu

bila hari coblosan tiba nanti

aku tak akan pergi ke mana-mana

aku ingin di rumah saja

mengisi jambangan

atau menanak nasi

pemilu oo… pilu, pilu

Baca Juga: 10 Puisi Legendaris Karya Chairil Anwar Penyair Indonesia

nanti akan kuceritakan kepadamu

apakah jadi penuh karung beras

minyak tanah

gula

atau bumbu masak

setelah suaramu dihitung

dan pesta demokrasi dinyatakan selesai

nanati akan kuceritakan kepadamu

pemilu oo… pilu, pilu

bila tiba harinya

hari coblosan

aku tak akan ikut berbondong-bondong

ke tempat pemungutan suara

aku tidak akan datang

aku tidak akan menyerahkan suaraku

aku tidak akan ikutan masuk

ke kotak suara itu

pemilu oo… pilu, pilu

aku akan bersiul-siul

memproklamasikan kemerdekaanku

aku akan mandi

dan bernyanyi sekeras-kerasnya

pemilu oo… pilu, pilu

Baca Juga: Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman

hari itu aku akan mengibarkan hakku

tinggi, tinggi

akan kurayakan dengan nasi hangat

sambel bawang dan ikan asin

pemilu oo… pilu, pilu

sambel bawang dan ikan asin

Puisi untuk adik

apakah nasib kita akan terus seperti

sepeda rongsokan karatan itu?

o… tidak, dik!

kita akan terus melawan

waktu yang bijak bestari

kan sudah mengajari kita

bagaimana menghadapi derita

kitalah yang akan memberi senyum

kepada masa depan

 Baca Juga: Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman

jangan menyerahkan diri kepada ketakutan

kita akan terus bergulat

apakah nasib kita akan terus seperti

sepeda rongsokan karatan itu?

o… tidak, dik!

kita harus membaca lagi

agar bisa menuliskan isi kepala

dan memahami dunia

Di bawah selimut kedamaian palsu

apa gunanya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli

apa guna baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

di mana-mana moncong senjata

berdiri gagah

kongkalikong

dengan kaum cukong

di desa-desa

Baca Juga: Karya Puisi Pramoedya yang jarang diketahui

rakyat dipaksa

menjual tanah

tapi, tapi, tapi, tapi

dengan harga murah

apa guna baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu.***

Editor: Edison T


Tags

Terkait

Terkini