Sepasang Puisi Romantis Saijah-Adinda, Sangat Cocok untuk Berbagai Pementasan Teater : WS. Rendra

27 Mei 2022, 14:39 WIB
Saijah-Adinda/tangkap layar/film-max-Havelaar /

TUBANBICARA.com- Saijah dan Adinda merupakan sebuah kisah cinta di Tanah Banten yang mengguncangkan kolonialisme.

 

Saijah-Adinda juga merupakan suatu gambaran betapa buruknya sistem kolonial dan kemiskinan di Banten pada 1860 yang digambarkan dalam sebuah kisah cinta yang tidak dapat bersatu.

 

Kini Tubanbicara.com telah melansir dari buku WS. Rendra "Orang-Orang Rangkasbitung" Untuk membagikan sepasang puisi yang romantis tentang Saijah dan Adinda.

 

Ke-dua atau Sepasang puisi ini sangat cocok dibuat suatu pementasan Drama, Musikalisasi puisi ataupun Teatrikal puisi. Simak 2 puisinya di bawah ini!

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Sosok Negarawan dan Ulama Pemikir Islam Moderat: Buya Syafii Maarif Wafat, 27 Mei 2022

 

Nyanyian Saijah untuk Adinda

Adinda! Adinda!
Aku dirampok orang di jalan.
Mereka tikan perutku, punggungku dan leherku.
Mereka rampas seluruh uang simpananku.


Ya, Allah!
Tinggal beberapa kilo dari kampong.
Membawa sepuluh tahun kerinduan.
Yang terbayang kini berkabut.
Yang tergenggam kini luput.


Adinda! Adinda!
Kemiskinan telah memisahkan kita.
Sepuluh tahun menahan dahaga asmara
Alangkah sulit cinta di zaman edan,
di dalam hidup penuh ancaman.
Semua hak dianggap salah.
Tak punya apa-apa dianggap sampah.
Alangkah hina orang yang kalah.


Meskipun miskin tanpa daya
aku toh harus berupaya
karena takut gila
dan dosa.


Tapi kini
setelah kudapat rezekiku,
aku tercampak ke dalam rawa.
Gugur sudah harapan rinduku.
Sia-sia jasadku menahan nyawa.
Orang miskin dihabisi orang-orang miskin.

Baca Juga: Semoga Cepat Ditemukan, Kabar Mengejutkan Hilangnya Anak Ridwan Kamil Terseret Arus Sungai Di Swiss


Adinda! Adinda!
Kamukah itu yang muncul dari kabut?
Kusangka kamu, kusangka maut.
Aduh, berahi diakhir hari!
Badanku meregang
waktu wajahmu membayang.
Mulutku kering oleh gairah nafsu.
Tubuhmu telanjang di langit.
Kelangkangku dibelai kupu-kupu
Tanganku menggapai, menggeenggam dadamu.

 

Adinda
Seribu kunang-kunang
menghiasi rambutmu yang tergerai
dan menyentuh mukaku
karena tubuhmu turun dari langit
menghimpit tubuhku.
Lalu kurasa lidahmu
masuk ke dalam mulutku.
Dan bersamaan dengan truk gandeng
yang lewat menderu,
muncratlah air berahiku.


Sesudah itu
perlahan-lahan
lenyaplah bayanganmu
bersama nyawaku.


Depok I, 12 Januari 1991

Baca Juga: Contoh Teks Pidato Singkat Dalam Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2022

 

Nyanyian Adinda untuk Saijah

 

Di Kalijodo aku menyanyi di dalam hati.
Kawih asih seperti pohon tanpa daun.
Mengandung duka seperti pohon tanpa akar.
Saat adalah malam menanti pagi.


Saijah, akang!
Tanpa petunjuk dan jejak yang nyata
tembang cintaku yang berdebu
mencari kamu.
Sebelum sepuluh tahun yang lalu
cintaku tabah lagunya menderu
Tapi kini ia jengah
Merayap dengan penuh rasa malu.
Akang, aku telah berdosa
Tanpa daya aku nodai cinta.
Tak lama setelah akang berangkat ke Sumatera,
aku gelisah dalam jarring rindu asmara.


Setiap menjelang masa datang bulan
wajahmu selalu membayang.
Rasanya seperti menjadi gila.
Setiap kali memuncak rasa rindu
rasa gatal menjalar ke putting-putting susu.
Rasa geli yang lembut di seluruh kulit perut.

Sungai darah di tubuhku bergolak.

Baca Juga: Anak Pertama Ridwan Kamil Gubernur Jabar Dikabarkan Terseret Arus Sungai Aare di Swiss


Aku terengah-engah
dan bernapas lewat mulut.
Akang, alangkah berat rasanya
bila jantungku berdetak
jauh dari jantungmu.
Pada suatu hari
di masa aku linglung oleh rindu kepadamu
aku kenal lelaki seperti seorang bapa
di balai desa.
Ia mandor proyek jalan raya.


Di desa yang dirundung kemiskinan
ia menjadi harapan dan hiburan.
Suka berbagi rokok
mampu memberi pekerjaan.
Royal dalam pergaulan
dan kata-katanya mengandung keramahan.
Waktu itu aku berjualan kue ketan,
pisang rebus dan nasi dengan sayuran.


Ia selalu memborong sisa dagangan.
Kepada buruhnya dibagi-bagikan.
Aku terpesona kepada kemampuan uangnya
dan sikapnya yang seperti bapa.
Kepadaku ia selalu berkata
jangan ragu nyusul akang ke Sumatera.
Dan bila di balik rumpun pisang
ia memeluk pundakku
tangannya terasa hangat dan nikmat
membuat hidupku jadi sentosa.


Lalu datang surat akang dari Menggala.
Akang bilang mau membuka lading di Karta
Aku kembali linglung dan gila.
Dada menjadi tungku dan rindu menjadi bara.
Kepada Pak Mandor aku bercerita semuanya.
Kembali pundakku merasakan pelukannya.


Dalam kedamaian yang hangat ia berkata:
“Siapkan dirimu.
Seminggu lagi kuantar kamu
menyusul Saijah ke Sumatera.”

Baca Juga: Lakukanlah Semaumu Sampai Kau Lelah Menyakitiku Berikut Lirik Lagu Fabio Asher Bertahan Terluka Lengkap


Ya, Allah, seumur hidup belum pernah keluar desa.
Kini gerbang kurungan tiba-tiba terbuka.
Keluasan dunia menjadi goda yang mempesona.
Seluruh warga desa memberi restu
waktu kami pamit berangkat ke Sumatera.
Di dalam bis ia genggam tanganku.
Rasanya sirna hidup miskin dan sengsara.
Kami melaju kea rah surya.


Apa tahuku tentang jalan ke Sumatera!
Tapi toh aku ada pandu, ada bapa.
Ia mengajak nginap di Karawaci.
Di waktu malam ia mengetuk pintu.
Ia memberiku kain, selendang dan baju baru.


Ketika aku meluap oleh rasa gembira
ia memelukku dengan tiba-tiba.
Tubuhnya rapat ke seluruh tubuhku.
Susuku yang kenyal tertekan ke dadanya
menyebabkan darahku bergelora.
Tak bisa bilang tidak.


Kepalaku hilang di dalam kemabukan
ketika ia bertubi-tubi
menciumi wajah dan leherku.
Malam itu ia ambil perawanku.
Keperkasaannya menindih kesadaranku.


Akang, sejak malam itu di Karawaci
aku telah menodai cinta kita.
Aku telah menjamah dosa
dan melengkapkannya ke dadaku.

Baca Juga: Indonesia Kehilangan Sosok Negarawan dan Ulama Pemikir Islam Moderat: Buya Syafii Maarif Wafat, 27 Mei 2022


Ya, akang, aku telah menikmati candu dunia.
Malam itu sambil terlentang dengan lunglai
dan mendengar ia mendengkur di sampingku
aku telah bertekad untuk menyerahkan jiwa ragaku
kepada lelaki itu.
Aku pikir aku akan jadi istrinya.
Ternyata ia hanya ingin menjadi tuan.
Dan menikmati diriku selama sebulan.
Tetapi aku ikhlas mengabditanpa melawan.


Selanjutnya pada suatu hari
ia bawa aku ke Cikupa.
Dimana semua orang mengenalnya.
Memang benar ia mandor tetapi rupanya
ia juga majikan pelacuran.
Bagaikan tertenung menikmati cinta dan derita
aku selalu mematuhinya.
Aku menjadi pelacur kesayangan.


Di antara para sopir truk menjadi rebutan.
Aku menjadi dagangan yang menguntungkan.
Diedarkan ke Karawaci,
Cimone, Cikupa, dan Balaraja.
Di Cilegon aku diantri.
Dari Karawaci sampai ke Merak di sepanjang jalur pembangunan,
dari desa-desa yang porak poranda muncullah gadis-gadis remaja menjadi bunga di warung-warung pelacuran.

Pabrik dan pelacuran adalah satu pasangan.
Orang Korea, Jepang dan Jerman semua sudah aku rasakan

Baca Juga: Jelang final Liga Champions 2022, Trent Alexander-Arnold dari Liverpool Pecahkan Rekor


Adalah di Cilegon
aku pertama terkena rajasinga.
Dengan tabah aku lawan penyakitku.
Di jagat raya tidak kurang obat-obatan
Dan ketika kembali seperti sediakala
majikan membawa aku ke Ancol, Jakarta.


Jakarta, oh, Jakarta!
Pohon lampu-lampu neon.
Sungai raya dengan arus mobil dan bis kota.
Langganan yang bersih dan kaya.
Setiap subuh sarapan di restoran.
bangun siang terus ke took berbelanja.
Hidup rasanya seperti mimpi.
Tanpa bumi.
Banyak yang terjadi.
Tanpa ada yang masuk ke hati.


Aku hanyut di dalam aneka pengalaman
di mana selalu bukan aku yang berkuasa.
Segala ingatan kepadamu, akang
segera aku singkirkan.
Rasa malu kepadamu

aku benamkan ke dalam batin kebal rasa.
Rajasinga demi rajasinga aku kalahkan.
Sampai pada suatu hari
aku merasa demam tinggi
dan tubuhku serasa tanpa tulang.


Sejak saat itu
aku dirundung sakit tak tersembuhkan.
Sakit kepala sering datang tiba-tiba.
Rasa lemas tanpa daya.
Kanker rahim.
Berulang kali keputihan.
Bagaikan barang rongsokan
nilaiku merosot
menjadi pelacur ketengan.
Mengembara ke Kalidere,
Muara Angke, Tanah Abang Bongkaran,
dan Jati Petamburan.
Sebagai mahluk setengah bangkai
aku terlindung di tempat-tempat ini.

Baca Juga: Profil Biografi Buya Syafii Maarif Sosok Hebat Inspiratif Perjalanan Hidup Bagi Pemuda- Pemudi Indonesia


Yang sudah sah
menjadi gua-gua sampah
Aku bercampur dengan mereka.
Cendawan-cendawan kehidupan
Menghibur para lelaki kumuh
yang pura-pura lupa kemiskinan.


Akhirnya, akang
aku tersingkir ke Kalijodo.
Tanpa rumah
Tanpa kesehatan
Tanpa perlindungan.
Kini, di malam hari,
teronggok di tepi jalan raya ini
sambil menghadap kiblat arah desa kita,
aku merasa mengambang
di udara yang gelap gulita.


Seakan aku mabuk dan mati rasa.
Jasadku tak berdaya.
Dunia lenyap
Segala macam peristiwa berlalu.


Namun tanpa aku duga,
di dalam senyap muncul wajahmu.
Ada kehangatan terasa dijidatku.
Kepada bayangan wajahmu
aku tembangkan kawih asih yang berdebu
dengan mulutku yang bisu, biru, ternganga dan kaku

Baca Juga: Update Transfer Pemain Terbaru 2022: Bos Manchester City Bantah Bunga Pinjaman Barcelona Pada Julian Alvarez

 

Akang, kamu seperti dewa.

Sangat jauh dan mulia.
Maafkan, aku sudah berdosa.
Tembangku ini, akang
ingin bergayut di pucuk bamboo.
Sia-sia
ia disambar truk gandeng yang lewat menderu.
Bila tembangku ini selesai, akang,
aku mati


Depok, 14 januari 1991

Editor: Fery Murya Vandi

Tags

Terkini

Terpopuler