Tuban Bicara - Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas.
Tulisan Goenawan banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, dan korupsi banyak dimuat dimedia-media cetak dan online.
Ketika duduk di kelas VI SD, Goenawan mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI.
Baca Juga: Puisi Nota untuk Umur 49 Karya Goenawan Muhammad
Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) saat itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H. B. Jassin.
Goenawan sendiri mulai menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.
Ia pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997.
Baca Juga: Puisi Nota untuk Umur 49 Karya Goenawan Muhammad
Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).
Beginilah diantara beberapa karya Puisi Goenawan Muhammad.
Puisi KWATRIN TENTANG SEBUAH POCI
Pada keramik tanpa nama itu
kulihat kembali wajahmu
Mataku belum tolol, ternyata
untuk sesuatu yang tak ada
Baca Juga: Puisi Nota untuk Umur 49 Karya Goenawan Muhammad
Apa yang berharga pada tanah liat ini
selain separuh ilusi?
Sesuatu yang kelak retak
dan kita membikinnya abadi
1973
Begitulah karya Puisi Goenawan Muhammad, semoga bermanfaat bagi kalian semua yang baru belajar menulis puisi.***