Puisi 30 Tahun Kemudian Karya Goenawan Muhammad

21 Februari 2021, 19:30 WIB
Ilustrasi puisi. /Pixabay/Pexels/Pixabay

Tuban Bicara - Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas.

Tulisan Goenawan banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, dan korupsi banyak dimuat dimedia-media cetak dan online.

Ketika duduk di kelas VI SD, Goenawan mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI.

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) saat itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H. B. Jassin.

Goenawan sendiri mulai menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.

Ia pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997.

Baca Juga: Puisi Perjalanan Malam Karya Goenawan Muhammad

Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

Beginilah diantara beberapa karya Puisi Goenawan Muhammad.

Puisi 30 TAHUN KEMUDIAN

30 tahun kemudian mereka bertemu di restoran dekat danau.

Hujan dan kenangan berhimpitan, berbareng,

seperti lalulintas yang langgeng.

Terkadang badai meracau,

langit kian dekat, dan dari tebing dingin berjalin dengan basah

pucuk andilau

 

ketika mereka duduk berlima,

dengan tuak putih tua,

bertukar cerita tentang lelucon angka tahun

dan rasa asing pensiun,

mengeluhkan anak yang pergi dari tiap bandar

dan percakapan-percakapan sebentar.

Baca Juga: Puisi Nuh Karya Goenawan Muhammad

Terkadang mereka seakan-akan dengarkan teriak trompet dari

kanal seperti jerit malaikat yang kesal

dan mereka tertawa. Sehabis sloki ketiga,

waktu pun berubah seperti pergantian prisma:

 

masa lalu adalah huruf yang ditinggalkan musim pada

marmar makam Cina.

Kerakap memberinya warna. Kematian memberinya kata.

Dan pada sloki ke-4 dan ke-5 mereka dengarkan angin susul

menyusul, seakan seorang orang tua bersiul

dengan suara kisut

ke bulan yang berlumut.

Baca Juga: Puisi Perjalanan Malam Karya Goenawan Muhammad

Pada sloki ke-6 mereka menunggu malam singgah dalam

topeng Habsi. Dan tuhan dalam baju besi.

30 tahun kemudian mereka tak akan bertemu lagi di sini.

1996

Begitulah karya Puisi Goenawan Muhammad, semoga bermanfaat bagi kalian semua yang baru belajar menulis puisi.***

Editor: Edison T

Tags

Terkini

Terpopuler