Puisi Do'a di Jakarta Karya W.S. Rendra

17 Januari 2021, 15:15 WIB
Ilustrasi puisi /Pixabay/Pexels/Pixabay

Tuban Bicara - W.S. Rendra yang memiliki nama asli Willibrordus Surendra Broto, dengan sapaan W.S. Rendra adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia yang lahir di Solo, Hindia Belanda, 7 November 1935 dan meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun. Sejak masih muda beliau sudah sering menulis puisi, skenario drama, menulis cerpen, dan esai sastra di media massa.

Beliau adalah penyair ternama yang kerap dijuluki dengan sebutan "Burung Merak". Rendra juga orang yang telah mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan telah melahirkan banyak seniman terkenal. Seperti Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi Kurdi dan lain-lain. Namun Bengkel Teater itu akhirnya kocar kacir karena tekanan politik dan Rendra memindahkannya ke Depok pada tahun 1985.

Berikut ini karya-karya puisi W.S. Rendra, bagi kalian yang sedang mencari puisi karya WS Rendra yang melegenda. Kami menyuguhkan satu per satu diantara puluhan karya puisinya.

Baca Juga: Puisi Sajak SLA Karya W.S. Rendra

Puisi Doa Di Jakarta
(W.S. Rendra)


Tuhan yang Maha Esa,

alangkah tegangnya

melihat hidup yang tergadai,

fikiran yang dipabrikkan,

dan masyarakat yang diternakkan.


Malam rebah dalam udara yang kotor.

Di manakah harapan akan dikaitkan

bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?

Dendam diasah di kolong yang basah

siap untuk terseret dalam gelombang edan.

Perkelahian dalam hidup sehari-hari

telah menjadi kewajaran.

Pepatah dan petitih

tak akan menyelesaikan masalah

bagi hidup yang bosan,

terpenjara, tanpa jendela.


Tuhan yang Maha Faham,

alangkah tak masuk akal

jarak selangkah

yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh,

yang memisahkan

sebuah halaman bertaman tanaman hias

dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.

Baca Juga: Puisi Sajak Joki Tobing untuk Widuri Karya W.S. Rendra

Hati manusia telah menjadi acuh,

panser yang angkuh,

traktor yang dendam.


Tuhan yang Maha Rahman,

ketika air mata menjadi gombal,

dan kata-kata menjadi lumpur becek,

aku menoleh ke utara dan ke selatan

di manakah Kamu?

Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?

Di manakah catatan belanja harian?

Di manakah peradaban?

Ya, Tuhan yang Maha Hakim,

harapan kosong, optimisme hampa.

Hanya akal sihat dan daya hidup

menjadi peganganku yang nyata.


Ibumu mempunyai hak yang sekiranya kamu mengetahui tentu itu besar sekali

Kebaikanmu yang banyak ini

Sungguh di sisi-Nya masih sedikit

Berapa banyak malam yang ia gunakan mengaduh karena menanggung bebanmu

Dalam pelayanannya ia menanggung rintih dan nafas panjang

Ketika melahirkan andai kamu mengetahui keletihan yang ditanggungnya

Dari balik sumbatan kerongkongannya hatinya terbang

Baca Juga: Puisi Sajak Seorang Tua Untuk Anaknya Karya W.S. Rendra

Berapa banyak ia membasuh sakitmu dengan tangannya

Pangkuannya bagimu adalah sebuah ranjang

Sesuatu yang kamu keluhkan selalu ditebusnya dengan dirinya

Dari susunya keluarlah minuman yang sangat enak buatmu

Berapa kali ia lapar dan ia memberikan makanannya kepadamu

Dengan belas kasih dan kasih sayang saat kamu masih kecil

Aneh orang yang berakal tapi masih mengikuti hawa nafsunya

Aneh orang yang buta mata hatinya sementara matanya melihat

Wujudkan cintaimu dengan memberikan doamu yang setulusnya pada ibumu

Karena kamu sangat membutuhkan doanya padamu.

Baca Juga: Puisi Sajak Peperangan Abimanyu Karya W.S. Rendra

Begitulah puisi dari W.S. Rendra, Semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi kamu untuk belajar menulis puisi sekaligus meneladani perjalanan sastrawan-sastrawan hebat yang lahir dari Indonesia.***

Editor: Edison T

Tags

Terkini

Terpopuler