Tuban Bicara - Meskipun Indonesia sudah merdeka dari puluhan tahun, ketidak-adilan selalu menjadi topik utama dari sajak maupun puisi dari hasil karya Wiji Thukul untuk melakukan kritik terhadap Pemerintah masa itu.
Dalam puisi-puisinya, ia mengupas kehidupan rakyat kecil yang hidup di bawah kepemimpinan otoriter pada masa Orde Baru
Rasa-rasa pahit kemiskinan dan penderitaan terasa begitu pilu terurai melalui untaian kata yang Wiji tulis.
Baca Juga: Bacakan 3 Puisi ini, Pasti Luluh Hati Gebetan Kamu
Ia berbicara dengan bahasa sederhana, yang dengan mudah dapat dimengerti oleh orang awam sekalipun yang bahkan belum pernah berkenalan dengan puisi.
Ia bernyali dan jujur dalam mengungkapkan apa yang ia lihat, dengar, ucapkan, dan rasakan.
Kalimat yang sangat populer hingga hari ini “Hanya ada satu kata: Lawan!” mungkin menjadi penggalan kalimat yang paling terkenal dari karya Wiji dan sering digunakan oleh kaum buruh dan kelompok marjinal saat menyuarakan aspirasi mereka.
Baca Juga: 10 Puisi Legendaris Karya Chairil Anwar Penyair Indonesia
Disisi lain Wiji, seorang aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dituduh subversif oleh pemerintah Orde Baru, hinggap dari satu tempat ke tempat lain, pada masa-masa awal sebelum Reformasi.
Ia meninggalkan istrinya, Sipon, beserta kedua anaknya yang masih kecil, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah.
Sebuah kisah pelarian dan persembunyiannya dari cengkeraman militer ditayangkan melalui film berjudul Istirahatlah Kata-Kata (yang judulnya diambil dari salah satu karya Wiji).
Baca Juga: Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman
Film besutan sutradara muda Yosep Anggi Noen ini mulai ditayangkan di sejumlah kota di Indonesia mulai hari ini, Kamis, 19 Januari.
Peringatan
jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
bila rakyat berani mengeluh
itu artinya sudah gasat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
Baca Juga: Bacakan 3 Puisi ini, Pasti Luluh Hati Gebetan Kamu
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!
Hari itu aku akan bersiul-siul
pada hari coblosan nanti
aku akan masuk ke dapur
akan kujumlah gelas dan sendokku
apakah jumlahnya bertambah
setelah pemilu bubar?
pemilu oo… pilu, pilu
bila hari coblosan tiba nanti
aku tak akan pergi ke mana-mana
aku ingin di rumah saja
mengisi jambangan
atau menanak nasi
pemilu oo… pilu, pilu
Baca Juga: 10 Puisi Legendaris Karya Chairil Anwar Penyair Indonesia
nanti akan kuceritakan kepadamu
apakah jadi penuh karung beras
minyak tanah
gula
atau bumbu masak
setelah suaramu dihitung
dan pesta demokrasi dinyatakan selesai
nanati akan kuceritakan kepadamu
pemilu oo… pilu, pilu
bila tiba harinya
hari coblosan
aku tak akan ikut berbondong-bondong
ke tempat pemungutan suara
aku tidak akan datang
aku tidak akan menyerahkan suaraku
aku tidak akan ikutan masuk
ke kotak suara itu
pemilu oo… pilu, pilu
aku akan bersiul-siul
memproklamasikan kemerdekaanku
aku akan mandi
dan bernyanyi sekeras-kerasnya
pemilu oo… pilu, pilu
Baca Juga: Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman
hari itu aku akan mengibarkan hakku
tinggi, tinggi
akan kurayakan dengan nasi hangat
sambel bawang dan ikan asin
pemilu oo… pilu, pilu
sambel bawang dan ikan asin
Puisi untuk adik
apakah nasib kita akan terus seperti
sepeda rongsokan karatan itu?
o… tidak, dik!
kita akan terus melawan
waktu yang bijak bestari
kan sudah mengajari kita
bagaimana menghadapi derita
kitalah yang akan memberi senyum
kepada masa depan
Baca Juga: Puisi-puisi Soe Hok Gie Tak Pernah Mati Ditelan Zaman
jangan menyerahkan diri kepada ketakutan
kita akan terus bergulat
apakah nasib kita akan terus seperti
sepeda rongsokan karatan itu?
o… tidak, dik!
kita harus membaca lagi
agar bisa menuliskan isi kepala
dan memahami dunia
Di bawah selimut kedamaian palsu
apa gunanya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli
apa guna baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
di mana-mana moncong senjata
berdiri gagah
kongkalikong
dengan kaum cukong
di desa-desa
Baca Juga: Karya Puisi Pramoedya yang jarang diketahui
rakyat dipaksa
menjual tanah
tapi, tapi, tapi, tapi
dengan harga murah
apa guna baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu.***