Dia pun menyoroti sosok Kwik Kian Gie yang mengaku takut untuk mengkritik Pemerintah, padahal Kwik Kian Gie adalah sosok yang tak gentar mengkritik Pemerintah pada zaman orde baru.
“Terutama terkait dengan pembangunan ekonomi dan tumbuhnya konglomerasi yang dianggap akan membahayakan perekonomian kita dan nasib bagi keadilan ekonomi ke depan, sampai mengatakan ‘saya belum pernah setakut ini mengkritik Pemerintah’” tutur Fahri Hamzah.
Dia pun mengungkapkan bahwa permasalahan ini menjadi penting, karena pada saat yang bersamaan indeks demokrasi Indonesia mengalami penurunan.
“Jadi pernyataan Presiden, disambung dengan pernyataan Istana, itu sebenarnya juga semacam kekhawatiran dari dalam bahwa dunia internasional mempersepsi Indonesia sedang berada pada jurang kemunduran demokrasi,” kata Fahri Hamzah.
Tidak hanya itu, dia juga mengaku merasakan gairah masyarakat untuk berbicara kepada Pemerintah, terutama di ruang publik, telah berkurang.
“Presiden tuh menurut saya, dari pengertian sederhana dia, dia percaya bahwa kritik itu penting, dia percaya oposisi itu penting. Tapi, infrastruktur Pemerintahan beliau, orang-orang di sekitar beliau itu tidak terlalu paham bagaimana caranya keinginan baik itu menjadi kenyataan,” tutur Fahri Hamzah.
Sayangnya, tidak ada pihak yang menjaga ruang publik agar tetap kondusif, bahkan juga kebebasan mimbar dan kampus.
“Seharusnya menjaga para pengkritik itu menjadi tugas otomatis dari para aparatur di bawah. Tapi pertanyaannya, di tengah banyak kesibukan Presiden, siapa yang menjaga kalau kriminalisasi itu terjadi?” kata Fahri Hamzah.***