Desak Kementerian ATR Batalkan Agenda Sertifikasi Tanah, Gerindra: Berpotensi Menimbulkan Kesemrawutan Sosial

- 18 Februari 2021, 11:08 WIB
Sekretaris Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan permohonan maaf atas kasus Edhy Probowo kapada Presiden Jokowi , Wakil presiden Maruf Amin dalam siarannya lewat instagram @fraksipartaigerindra
Sekretaris Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan permohonan maaf atas kasus Edhy Probowo kapada Presiden Jokowi , Wakil presiden Maruf Amin dalam siarannya lewat instagram @fraksipartaigerindra /instagram @fraksipartaigerindra

Tuban Bicara -Sertifikat tanah elektronik yang tengah disiapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Peraturan Menteri (PerMen) Nomor 1 Tahun 2021 dinilai berpotensi menimbulkan kesemrawutan Sosial. 

Oleh karena itu, rencana tersebut harus dibatalkan.

"Sebagai sebuah gagasan adalah hal yang menarik. Namun perlu dipikirkan kembali dalam penerapannya, karena berpotensi menghadirkan kesemerawutan sosial. Mengingat sertifikat tanah merupakan alat bukti dan pengakuan negara terhadap hak atas tanah khususnya bagi masyarakat," ujar Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis 18 Februari 2021.

Baca Juga: 35 Ribu Pengungsi Korban Banjir di Subang dan Karawang Terima Ribuan Kotak Oranye

Ahmad Muzani menyebutkan sejumlah catatan untuk penundaan pemberlakuan sertifikat tanah elektronik. 

Di antaranya yakni bentuk pengaturannya dalam sebuah PerMen tidak memiliki dasar yang kokoh.

"Selain itu apakah pendataan tanah yang dilakukan Kementrian ATR/ BPN sudah lengkap, valid dan terintegrasi. Masih terlalu sering negara (dalam hal ini BPN) ‘kalah’ dalam perkara sengketa tanah di Pengadilan karena Sertifikat yang dikeluarkan BPN dibatalkan," katanya.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Skin Care Pemula untuk Dapatkan Hasil Bare Face Look

Lebih lanjut, Ahmad Muzani menyebutkan adanya ketidaksesuaian judul bagian penerbitan sertifikat tanah elektronik atas tanah yang sudah terdaftar termuat dalam bagian kedua.

Menurut dia, yang seharusnya tertulis ‘Bagian Ketiga’ tentang penggantian sertifikat menjadi sertifikat elektronik untuk tanah yang sudah terdaftar (sesuai bunyi bagian kesatu pasal 6 ayat b).

"Ada kerawanan posisi pemilik hak dalam proses penggantian sertifikat menjadi sertifikat elektronik, seharusnya negara (melalui Kementrian ATR/BPN) melalukan Validasi dan memastikan bahwa data yang ada pada sertifikat adalah sama dengan data pada buku tanah," kata Ahmad Muzani.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta Rabu 17 Februari 2021 Malam Ini, Andin dan Mas Al Malu Saat Reyna Minta Adik

"Sehingga prosesnya benar-benar hanya alih media. Gambaran  masih adanya potensi perbedaan data di sertifikat yang dipegang masyarakat dengan data buku tanah yang ada di Kantor Kementrian ATR/BPN," ucap Ahmad Muzani.

Karena itu dalam artikel Sarankan Sertifikat Tanah Elektronik Dibatalkan, Gerindra: Berpotensi Timbulkan Kesemrawutan, dia menilai rencana pemberlakuan sertifikat elektronik sangat  rawan dan dapat dipahami sebagai pencabutan hak atas tanah.

"Apalagi jika dihubungkan dengan kebijakan pemberian sertifikat tanah yang akhir-akhir ini disampaikan langsung oleh Presiden, hal ini bisa menjadi kontraproduktif. Karena dalam Peraturan Menteri (Permen) tersebut, dimungkinkan kepala kantor pertanahan dapat membatalkan atas sertifikat yang dikeluarkan,” tandas Ahmad Muzani.

***

 

 

 

 

 

 

Editor: M Anas Mahfudhi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x