Predator Anak Semakin Marak, Wakil Ketua MPR: PP Pengebirian Predator Anak Harus di laksanakan

- 5 Januari 2021, 21:09 WIB
Ilustrasi hukuman kebiri kimia.
Ilustrasi hukuman kebiri kimia. /Pixabay.com/Willfried Wende

Tuban Bicara - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 yang mengatur tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan PP itu harus dikawal dan dilaksanakan secara maksimal agar menguatkan perlindungan terhadap anak.

"Agar kuatkan perlindungan kepada anak, PP pengebirian predator anak harus dilaksanakan maksimal," ujar Nur Wahid dalam pernyataan di Jakarta. Selasa, (05/01/21).

HNW menambahkan, termasuk juga ketentuan-ketentuan dalam PP itu pun harus bisa terlaksana seperti apa adanya, seperti ketentuan pada pasal 2 mengenai alat pendeteksi elektronik berupa gelang, yang dipakaikan kepada eks-narapidana pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia'

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Rakyat Adalah Sumber Ilmu'

"Alat itu harus benar-benar dipastikan dapat memantau gerak gerik para mantan napi predator anak, agar kejahatan terhadap Anak tidak berulang dan berlanjut," imbuhnya. Dikutip Tuban Bicara dari Antaranews

Selain itu, HNW juga mendorong agar pemerintah membuka data mantan napi predator seksual anak agar bisa diakses publik. Sehingga publik bisa melakukan tindakan-tindakan preventif untuk melindungi dan menyelamatkan anak-anak mereka dari kejahatan para pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut.

“Dalam Pasal 21 ayat (1) PP tersebut, ada ketentuan tentang pengumuman identitas pelaku kejahatan seksual, di antaranya, melalui website Kejaksaan, selama satu bulan kalender. Namun, seharusnya pengumuman itu juga dilakukan oleh Kementerian PPPA dengan mencantumkan dimana para eks-napi tersebut tinggal, terutama mereka yang diharuskan menggunakan gelang elektronik,” pungkasnya.

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon'

Baca Juga: Sajak Si Burung Merak, 'Hak Oposisi'

HNW menjelaskan bahwa website khusus terkait informasi identitas dan tempat tinggal para eks napi kejahatan seksual anak itu dibutuhkan untuk membangun kewaspadaan orangtua untuk melindungi anak-anak mereka.

"Praktik pembuatan website seperti itu dapat mencontoh website Dru Sjodin National Sex Offender Public Website, https://www.nsopw.gov/, di Amerika Serikat. Jadi, setiap orang dapat mengetik alamat rumahnya, lalu bisa memperoleh informasi berapa dan siapa saja eks napi kejahatan seksual yang tinggal dalam radius 1 mil di sekitar rumahnya,” ujarnya.

Menurut HNW, program semacam itu sangat perlu dikembangkan oleh Kementerian PPPA untuk mendukung PP terkait eks-napi pelaku kekerasan seksual anak, sehingga upaya melindungi anak sebagai salah satu tugas utamanya dapat berjalan maksimal.

"Maka apabila Kementerian PPPA akan mengumumkannya dalam website, itu harus dilakukan secara serius dan profesional. Juga disosialisasikan dengan maksimal, agar tidak kontraproduktif,” tuturnya.

HNW mengingatkan bahwa pada tahun 2020, kejahatan seksual terhadap anak mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian PPPA pada Agustus 2020, tercatat ada 4.833 kasus kejahatan terhadap anak, dan 2556 anak yang menjadi korban kejahatan seksual.

Editor: Imam Sarozi


Tags

Terkait

Terkini