Tuban Bicara - Mantan politisi dari Parpol Demokrat Ferdinand Hutahaean menyoroti keinginan WNI Eks ISIS untuk mengikuti program deradikalisasi pemerintah dan pulang kembali ke Indonesia. Namun dia menolak mentah-mentah keinginan tersebut.
WNI Eks ISIS di Rojava, Suriah, Aleeyah Mujahid (bukan nama sebenarnya), mengaku bersedia mengikuti program deradikalisasi jika bisa kembali ke tanah air.
"Karena program deradikalisasi itu merupakan salah satu tahap untuk saya bisa pulang ke keluarga, ya tentu enggak keberatan karena enggak bisa langsung lompat jauh," ujar Aleeyah.
Walaupun WNI eks tersebut siap mengikuti deradikalisasi, Ferdinand Hutahaean berpendapat, orang semacam itu sebaiknya tidak lagi diterima di Indonesia.
"Sebaiknya orang-orang ini tidak diterima lagi masuk Indonesia meski katanya siap ikut deradikalisasi," ucapnya.
Pendapat dari Ferdinand Hutahaean, bahwa mereka telah termasuk WNI yang berhianat karena telah ikut berperang dengan ISIS.
Bahkan dirinya pun menyarankan orang semacam itu dibiarkan mati seperti teroris ISIS.
"Mereka adalah penghianat bangsa yg sudah kehilangan status warga negara Indonesia," imbuh Ferdinand Hutahaean.
"Mereka telah turut berperang bagi teroris ISIS biarkan mereka mati bersama ISIS pujaannya," sambungnya dikutip Tuban Bicara, Senin, 15 Februari 2021.
Perlu diketahui, wanita berusia 25 tahun asal Jakarta itu mengatakan akan kooperatif dengan program pemerintah jika proses pemulangannya berjalan lancar.
Ia yakin program deradikalisasi itu tidak akan bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Aleeyah pertama kali meninggalkan Jakarta pada Desember 2015. Melalui Turki, ia memasuki wilayah ISIS di Suriah pada Juli 2016 bersama suaminya.
Ia mengatakan, niatnya ke sana untuk mencari kehidupan lebih baik. Bukan soal ekonomi, tetapi keselamatan agama.
Ia ingin tinggal bersama umat muslim dari seluruh penjuru dunia dan rela diatur hukum Islam berdasarkan Alquran dan sunnah.
Beberapa bulan menetap di sana, Aleeyah mulai melihat kebobrokan ISIS, terutama setelah kejatuhan Mosul pada akhir Oktober-awal November 2016.
Berdasarkan pengalamannya, bergabung dengan ISIS sama seperti terlibat dalam sebuah kelompok gangster atau mafia bertopeng Islam.
"Pas lo mau keluar, susah. They will never leave you alone," tuturnya.
Ketika ISIS mulai digempur habis-habisan pada 2017, Aleeyah dan anaknya pun dibawa ke kamp pengungsian hingga berakhir di kamp Rojava.
Selama lebih dari dua tahun ia berdoa dan berharap untuk bisa pulang ke Indonesia.
Jika mendapat kesempatan kedua untuk menata ulang hidupnya, Aleeyah menuturkan tidak akan mengecewakan siapapun dan mengemis untuk kesempatan ketiga.
Selain itu, ia juga melihat dirinya bukanlah sosok yang radikal. Sehingga ia tak keberatan jika harus mengikuti persyaratan untuk bisa kembali ke tanah air.
"Jadi saya enggak ada alasan untuk merasa berat," katanya.
Aleeyah menceritakan, sebagian besar penghuni di kamp Rojava, tempat tinggalnya saat ini, masih menunggu kebangkitan ISIS. Sebagian besar dari mereka adalah non WNI.
Mereka juga mencoba menarik Aleeyah untuk kembali bergabung bersama ISIS.
"Tapi saya enggak pernah gubris. Saya sudah tiga kali diserang sama orang gendeng. Pendirian saya mantep buat pulang ke Indonesia. Enggak akan berubah, enggak ragu, enggak akan terpengaruh sama kicauan mereka lagi. I'm well done from them," ucapnya.***